Pendekatan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman pada lahan basah?
Tanaman sangat dipengaruhi oleh keadaan media tempat tumbuhnya. Secara
konvensional, media tempat tumbuh tanaman adalah lahan yang dapat berupa
kering dan basah. Umumnya lahan kering dapat menyediakan segala
kebutuhan tanam lebih baik dibanding lahan basah. Pada lahan kering,
unsur hara dan oksigen yang dibutuhkan tanaman tersedia dalam jumlah
yang cukup banyak di lahan kering. Demikian pula, air juga cukup
tersedia di lahan kering, asal ada cukup hujan atau diberi pengairan
secukupnya. Sebaliknya, pada lahan basah, ketiga unsur tersebut (unsur
hara, oksigen, dan air) kurang tersedia.
Apa yang dimaksud dengan lahan basah. Lahan basah diambil dari istilah
Inggris wetland, yang menurut Kamus Merriam-Webster (2012) berarti lahan
atau areal seperti rawa atau paya yang kadang-kadang tergenang oleh air
yang dangkal atau yang mempunyai tanah yang dipenuhi air. Menurut
Ramsar (2012) lahan basah dalam pasal 1.1 dari Konvensi Ramsar
menetapkan bahwa lahan basah adalah daerah paya, rawa, lahan gambut atau
perairan, baik alami maupun buatan, permanen atau sementara, dengan air
yang diam atau mengalir, segar, payau atau asin, termasuk daerah
perairan laut dengan kedalaman pada saat surut tidak melebihi enam
meter.
Lahan basah, apalagi pada saat tergenang air, memiliki kondisi tanahnya
yang tidak ideal bagi tanaman. Pada lahan basah, tanah memiliki unsur
yang tidak proporsional. Tanah yang ideal memiliki bagian padat, bagian
cair, dan bagian udara yang berimbang. Pada lahan basah hanya tinggal
bagian padat dan bagian cairnya saja, karena bagian udaranya telah diisi
oleh air. Pori makro hilang sekaligus mengusir udara (O2) yang
diperlukan oleh tanaman untuk respirasi, dari dalam tanah.
Ironisnya, air yang berlebihan yang terdapat dalam tanah justru tidak
dapat dipakai oleh tanaman karena akar tidak mampu menyerap air secara
aktif. Tanpa O2 (hipoksia), sel-sel akar tidak dapat bertahan hidup
lama, hingga akhirnya mati. Sel-sel akar yang sekarat atau bahkan mati
itu, terutama sel-sel xylemnya tidak dapat melakukan penyerapan air
secara aktif sehingga air tidak terserap dan terangkut ke bagian atas
tanaman. Menurut Parent et al. (2008), kondisi terbatasnya O2 secara
dramatis akan mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan keberadaan
tanaman.
Bagaimana dengan unsur hara di lahan basah. Keberadaan air yang sangat
banyak di dalam tanah memiliki pengaruh buruk terhadap kondisi unsur
hara, baik bentuknya maupun ketersediaannya secara fisik. Beberapa unsur
hara mengalami perubahan bentuk, seperti unsur nitrogen, berganti
bentuk dari NO3+ menjadi NH4-. Perubahan bentuk ini menyebabkan tanaman
umumnya tidak dapat menyerapnya, kecuali hanya beberapa tanaman saja
yang bisa, seperti padi. Demikian pula secara fisik, air yang terlalu
banyak di permukaan tanah dapat menyebabkan terjadinya pencucian unsur
hara dari top soil. Pencucian ini menyebabkan berkurangnya konsentrasi
unsur hara sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan
dan produksi tanaman yang tumbuh di atasnya.
Untuk lebih rinci mengenai keadaan unsur hara pada lahan basah, ada
baiknya kita melihat hasil penelitian yang dilakukan oleh Edem dan
Ndaeyo pada tahun 2007 di Negeria. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
lahan basah memiliki banyak masalah. Berikut adalah masalah-masalahnya.
Pertama adalah pH. Pada saat basah, pH tanahnya netral, yaitu 6,4,
tetapi menjadi ektrim sangat asam, yaitu 3,5 ketika kering. Berikutnya
adalah N total juga rendah. Kandungan kation dasar seperti Ca, Mg, K,
dan Na juga rendah. Sebaliknya, kation asam seperti Al dan H tinggi.
Rasio Ca:Mg berada di bawah ambang batas optimum di mana rasio optimum
itu 3:1 ampai 4:1 untuk kebanyakan tanaman. Rasio Mg:K di atas 1,2 di
mana di bawahnya bisa menyebabkan hasil tanaman seperti jagung dan
kedelai bisa berkurang. Kapasitas tukar kation juga rendah, yaitu di
bawah 20cmol/kg. Persen kejenuhan basa juga rendah, yaitu < 38, yang
menunjukkan bahwa tanah kurang subur. Jumlah Al-dd dan Al jenuh juga
tinggi, di atas 60%. Nilai daya hantar listrik di atas nilai kritis 2
dsm-1, sementara persen Na-dd kurang dari 0,15. P tersedia juga rendah,
yakni < 10 ppm dan rasio Fe2O3/liat bebas < 0,15.
Setelah melihat permasalahan lahan basah secara umum, maka beberapa
skenario dapat dibuat. Skenario ini dapat dijalan secara sendiri atau
bersama-sama. Skenario yang pertama adalah mengurangi air dan menambah
tanah.
Karena masalah pada lahan basah adalah adanya air yang berlebihan, maka
solusinya tentulah menguranginya dari lahan tersebut. Ada beberapa cara
yang dapat dilakukan, di antaranya melakukan penimbunan seluruh lahan
dengan tanah agar permukaan tanah lebih tinggi dari permukaan air. Cara
ini praktis dan cepat karena begitu lahan selesai ditimbun dengan tanah,
maka lahan tersebut segera dapat ditanami dengan tanaman, sebagaimana
layaknya lahan kering. Namun, cara ini memiliki dampak buruk terhadap
ekosistem lahan basah tersebut. Menurut Lee dan Lee (2007) penimbunan
lahan basah dapat mengganggu keseimbangan air dan berikutnya dapat
mengganggu reproduksi ikan dan organisme perairan lainnya yang hidup di
daerah itu.
Cara lain yang lebih moderat adalah menambah permukaan tanah di sebagian
lahan saja. Tanah ditimbun di bagian tertentu, yaitu hanya pada tempat
tegaknya tanaman saja. Dengan demikian, bagian lahan yang lain tetap
basah sebagaimana biasanya. Cara ini cocok untuk tanaman keras yang
jarak tanamnya relatif renggang, tetapi kurang cocok untuk tanaman
semusim yang jarak tanamnya sempit. Namun dari sudut pandang kelestarian
lingkungan, cara ini lebih aman dibanding cara menimbun areal
seluruhnya karena cara ini relatif tidak terlalu mengganggu keseimbangan
air sebagaimana cara timbun seluruh areal. Ekosistem perairannya
relatif tetap terjaga.
Cara lain yang sering dilakukan adalah membuat saluran drainase untuk
membuang atau mengalirkan air yang berlebihan ke daerah lain. Dengan
drainase yang baik, lahan basah dapat diubah menjadi lahan kering. Namun
demikian, hilangnya air dari lahan tidak serta merta menghilangkan
masalah pada lahan basah. Tanah yang tiba-tiba kering pada lahan basah
mempunyai pH tanah yang sangat ekstrim rendah. Keasaman yang ekstrim ini
memiliki banyak konsekuensi kimia yang buruk terhadap ketersediaan
unsur hara. Menurut McKenzie (2003), pH rendah apalagi ekstrim rendah
akan menurunkan ketersediaan unsur hara makro P dan K serta unsur hara
mikro seperti Mn, Fe, Cu, Zn, dan B. Oleh karena itu, pembuatan saluran
drainase harus juga diiringi dengan pembuatan saluran irigasi agar tanah
yang kering dapat segera diberi air.
Pendekatan lain adalah memilih tanaman yang cocok di tanam di lahan
basah. Kendati hanya sedikit jumlahnya, tetapi ada tanaman tertentu yang
dapat bertumbuh dan berproduksi dengan baik di lahan basah. Misalnya
padi. Padi sebenarnya bukan tanaman air tetapi padi dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik di lahan yang tergenang air. Banyak varietas
padi telah dikembangkan dengan spesifikasi yang beragam pula. Ada yang
cocok untuk lahan kering, yang sering disebut varietas padi gogo, ada
yang cocok untuk lahan basah yang permanen tergenang air, dan ada pula
yang cocok untuk lahan kering-basah. Pilihan lain adalah menanam tanaman
lain selain padi, seperti tanaman hutan untuk kayu, buah-buahan, dan
hias dan obat-obatan. Teratai misalnya merupakan tanaman lahan basah
yang potensial karena menurut Smallcrab (2012) seluruh bagian tanaman
teratai dapat digunakan sebagai obat. Pilihan lain, Mdc (2012) menyebut
beberapa jenis tumbuhan yang dapat hidup dengan baik di lahan basah
seperti bald cypress, tupelo, sweet-gum, oak, pecan, dan nuts.
Alternatif lain yang sangat menjanjikan adalah melakukan budi daya
tumpang sari, yaitu melakukan beragam aktivitas pertanian (multikultur)
pada waktu dan tempat yang sama sekaligus. Misalnya mina padi, sambil
menanam padi, petani juga menabur benih ikan di lahan basah tersebut.
Menurut Warsawa (2012) sistem tanam tumpang sari mempunyai banyak
keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa
keuntungan pada pola tumpang sari antara lain: 1) akan terjadi
peningkatan efisiensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun penyerapan
sinar matahari), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang
dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu
komoditas, 4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu
jenis tanaman yang diusahakan gagal dan 5) kombinasi beberapa jenis
tanaman dapat menciptakan beberapa jenis tanaman dapat menciptakan
stabilitas
biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta
mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan
tanah.
Dari uraian di atas, maka produksi lahan basah dapat ditingkatkan dengan
beberapa pendekatan, antara lain dengan reklamasi fisik berupa
penimbunan lahan dengan tanah mineral, seluruhnya atau sebagian. Opsi
lain adalah membuat drainase atau membuang air dari lahan basah dengan
catatan harus diikuti oleh perlakuan lain seperti mempertahankan bahan
organik yang cukup, memberikan kapur, menambah pupuk organik dan
anorganik. Ketiga, pilihan berikutnya adalah membudidayakan tanaman yang
sesuai dengan kondisi lahan basah, seperti padi dan teratai. Terakhir
tapi bukan terpaksa adalah melakukan budi daya tumpang sari, seperti
mina padi, yaitu menanam padi sembari memelihara ikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar