Kamis, 18 Juli 2013

Filsafat Tentang Padi

Orang bijak sering berujar, tirulah ilmu padi. Kian berisi, kian merunduk. Maksud dari pesan bijak itu adalah jika kita memiliki ilmu janganlah sombong, tetapi sebaliknya hendaklah semakin bijaksana. Semakin banyak pengetahuan dan ilmu yang kita miliki hendaknya semakin arif dan bijak pula kita. Demikianlah pesan tadi yang mengandung makna filsafat yang mendalam.


Mengapa pesan tersebut dikatakan mengandung nilai filsafat? Kata filsafat sendiri berarti cinta terhadap kebijaksanaan ataupun cinta akan kearifan. Menurut Bakhtiar (2011) kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophy, yang terdiri dari dua kata: philos dan sophos. Philos berarti cinta dan sophos berarti hikmah atau bijaksana. Dengan demikian, secara harfiah filsafat bermakna cinta bijaksana. Namun, secara lebih luas, filsafat didefinisikan sebagai berpikir secara menyeluruh, mendalam, logis, sistematis, tapi juga spekulatif mengenai hakikat segala sesuatu untuk mencari kebenaran.

Bila diresapi dengan mendalam, maka betapa filsafat mengandung nilai yang sangat luhur dan sangat dibutuhkan di dalam kehidupan manusia. Sebenarnya filsafat sudah banyak berperan dalam kehidupan manusia sejak berabad-abad lalu. Dulu orang percaya pada dewa-dewa penyebab bencana, seperti dewa banjir, dewa gempa, dan dewa-dewa lainnya yang sangat menakutkan. Setelah belajar filsafat kemudian orang tidak takut lagi pada dewa-dewa tersebut, karena sesungguhnya fenomena alam tidak terkait sama sekali dengan dewa. Namun, kini filsafat dirasakan lebih dibutuhkan lagi daripada di masa lalu. Saat ini kebutuhan manusia lebih banyak dan lebih beragam, sehingga untuk memenuhi kebutuhannya, manusia memerlukan lebih banyak ilmu dan pengetahuan dibanding dahulu kala.

Terkait dengan perannya dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan. Suriasumantri (1999) menyatakan bahwa filsafat adalah pionir dan peneretas pengetahuan. Meminjam pendapat Will Durant, beliau menyatakan bahwa filsafat dapat diibaratkan sebagai pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infantri. Pasukan infantri ini adalah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan ilmuwan. Sebab setelah itu, ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa filsafat juga berperan sebagai pengawal ilmu dan pengetahuan.

Tanpa dikawal filsafat, selain berguna, ilmu dapat juga menyebabkan bencana dan membawa malapetaka bagi manusia. Banyak contoh sudah terjadi. Bom atom yang dikembangkan atas dasar ilmu telah menjadi monster pembunuh pada perang dunia II. Reaktor nuklir juga tidak sedikit menelan korban. Akhir-akhir ini ada upaya untuk mengkloning manusia, yang bila tidak dikawal oleh pikiran jernih dari kearifan filsafat juga akan membawa bencana bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Bakhtiar (2011) menyatakan bahwa ilmu tanpa pengawalan filsafat dapat membawa ilmu tersebut kepada tujuan yang tidak bermanfaat bagi manusia, bahkan bencana.

Bagaimana filsafat mengawal ilmu? tentunya dengan filsafat ilmu. Menurut Bakhtiar (2011) filsafat ilmu adalah kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu. Dasar-dasar ilmu yang dimaksud terdiri dari 1) objek yang ditelaah, 2) metode mendapatkannya, dan 3 tujuannya. Ketiga objek ilmu tersebut dikaji dengan proses berpikir yang mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran. Ilmu dan bagian-bagiannya barulah dapat dikatakan benar bila memenuhi tolok ukur kebenaran. Dalam filsafat, ada tiga tolok ukur kebenaran yang bisa dipakai. Pertama, sesuatu itu dapat dikatakan benar bila subjek dan objeknya berkorespondensi (selaras). Kedua, sesuatu itu benar, bila sesuatu itu konsisten (sesuai) dengan yang sebelumnya yang dianggap benar. Ketiga, sesuatu itu benar, bila sesuatu itu bermanfaat bagi manusia.

Secara filsafat, tiga tolok ukur kebenaran ini secara bersama atau sendiri-sendiri dapat digunakan sebagai acuan untuk mencari kebenaran. Tulisan ini mencoba melihat kebenaran pada praktek agronomi penanaman padi oleh para petani. Kebenaran, sebagaimana dijelaskan di atas, bisa dilihat dari tolok ukur kebenaran secara langsung, tetapi juga dapat didekati secara tak langsung dari posisi yang berlawanan, yaitu ketidakbenaran. Dengan kata lain, kita dapat mencari kebenaran dengan melihat sesuatu dari sisi ketidakbenarannya. Oleh karena itu, selanjutnya, ketidakbenaran anggapan dan prilaku akan sering dipakai dalam sajian tentang filsafat bertanam padi nantinya. Pertama sekali, marilah kita lihat terlebih dahulu apa itu padi.

Padi adalah tanaman yang termasuk dalam jenis rumput-rumputan. Akarnya termasuk akar serabut. Batangnya berbuku-buku dan di dalamnya kosong seperti pipet yang digunakan untuk pertukaran gas. Daunnya seperti pita. Bunga jantan dan betina ada dalam satu bunga yang terletak pada malai, yang kemudian menjadi gabah. Ada banyak varietas padi yang ditanam oleh para petani. Ada banyak ragam teknik agronomi yang dipakai serta ada banyak juga ragam pandangan dan anggapan menyangkut dengan padi. Sesuai judul di atas mari kita lihat tanaman ini dari sisi pandang filsafat bertanam padi.

Filsafat bertanam padi yang dimaksud di sini adalah filsafat yang berkenaan dengan cara bercocok tanam padi. Karena filsafat mengandung arti bijak, maka secara sederhana, filsafat bertanam padi adalah penerapan cara bertanam padi secara bijak atau arif; Atau dengan sedikit pengertian filsafat yang lebih luas, adalah bertaman padi secara benar dan bermanfaat. Pertanyaannya apakah sekarang ini para petani kita telah bijak dalam bertanam padinya. Jawabannya bisa beragam, bisa bijak, tidak bijak, belum bijak, atau sudah tidak bijak lagi.

Kalau jawabannya yang terakhir kita ambil maka itu bermakna dulu pernah bijak, tetapi sekarang tidak bijak lagi. Kalau jawabannya belum bijak, maka itu artinya mereka belum tahu bagaimana yang bijak sehingga ada harapan mereka akan jadi bijak manakala mereka sudah diberi tahu bagaimana yang bijak. Yang manapun jawabannya, kita perlu memberi tahu kepada para petani bagaimana seharusnya bertanam padi yang bijak, yang secara filosofi adalah juga benar.

Sesungguhnya petani padi memiliki banyak sekali pengetahuan tentang tanaman padi dan sawahnya. Pengetahuan tersebut diperolehnya dari berbagai sumber. Ada dari penyuluh, orang tua atau kerabatnya, baik secara turun temurun ataupun in situ di tempat dia bertanam. Menurut Suriasumantri (1999) dan Bakhtiar (2011) sumber pengetahuan dapat berasal dari rasio, pengalaman, intuisi, dan wahyu. Sebagian pengetahuan yang mereka miliki adalah benar dan berguna bagi pertumbuhan dan produksi pertanamannya, namun sering juga tidak rasional, bahkan ada juga yang keliru sehingga merugikan pertanaman dan dirinya sendiri.

Penulis mencoba mengangkat beberapa anggapan dan prilaku petani padi yang keliru. Secara filsafat, praktek ini dapat dikatakan tidak benar dan tidak memberikan manfaat apa-apa bagi petani, bahkan cenderung merugikan. Ada selusinan atau bahkan lebih kekeliruan yang terus dipraktekkan para petani di tanah sawahnya.

Kesalahan pertama adalah anggapan bahwa varietas padi baru tidak bagus dan tidak cocok. Akibatnya, para petani enggan menanam varietas padi baru. Anggapan ini penulis dengar sendiri ketika bertugas di Nias, tahun 2006 setelah kejadian gempa dan tsunami 2004. Ketika itu, penulis bersama petugas lainnya, berusaha memperkenalkan varietas Ciherang, karena dari kajian ditemukan bahwa varietas ini sangat menjanjikan. Kemudian memang terbukti bahwa varietas ini dominan ditanam di Indonesia dan memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas sebelumnya (BBPTP, 2005).

Bertolak belakang dengan pendapat di atas, banyak juga petani kita berpandangan bahwa varietas lama (varietas asli daerah) tidak perlu dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya. Pandangan ini memang jarang disampaikan dalam bentuk lisan, tetapi indikasinya bisa ditangkap dari kenyataan di lapangan. Sekarang ini, hampir tidak ada lagi petani padi yang menanam varietas asli daerah, kecuali sedikit sekali. Di tempat kelahiran penulis, Kuala Simpang, Aceh Tamiang, varietas asli sudah sangat sulit ditemukan, kalau tidak mau mengatakan sudah punah. Masih teringat, dulu ada yang namanya varietas Si Raup, Si Kuning, Si Kruing, dan Si Pahit. Lalu, apa gunanya varietas ini dilestarikan? Jawabannya adalah sebagai sumber plasma nutfah atau sebagai sumber keragaman genetik untuk keperluan pemuliaan tanaman, khususnya padi. Sebagai contoh pada pemuliaan padi tahan kekeringan, Blum (2011) menyarankan bahwa di antara sumber plasma nutfah yang tersedia, agar plasma nutfah dari tanaman budidaya dijadikan pilihan pertama sebagai sumber genetik. Karena menurut beliau, di dalam plasma nutfah tanaman budidaya, terkandung beragam gen laten yang berguna untuk program pemuliaan tanaman, termasuk tahan kekeringan. Dari segi pemuliaan, penggunaan sumber gen yang berkerabat dekat lebih memungkinkan untuk berhasil dibanding bila menggunakan sumber yang sangat asing.

Dari segi agronomi, pandangan keliru lainnya adalah banyak tanaman, banyak hasil. Ini mungkin mirip dengan pandang “banyak anak, banyak rezeki”. Implikasi buruk dari pandangan ini adalah petani menanam padi dengan jarak tanam yang sangat rapat, ditambah lagi sangat banyak tanaman dalam satu lubang tanam. Sebagai ilustrasi, ada petani yang menanam padi dengan jarak 10 cm x 10 cm dan dalam satu lubang tanam berisi 6 tanaman. Bila dihitung, maka satu hektar sawah berisi 6 juta batang padi, yang juga berasal dari 6 juta butir benih padi. Jumlah ini sebanding dengan 150 kg benih padi dengan asumsi 1000 butir padi sama dengan 25 g. Padahal, secara agronomi, padi dapat ditanam dengan jarak 25 cm x 25 cm (Thakur, 2010) atau serapat-rapatnya 20 cm x 20 cm dan dalam satu lubang cukup satu tanaman saja, sebagaimana pada metode SRI (Thakur et al. 2010). Dengan cara ini, maka satu hektar hanya berisi 160 ribu atau 250 ribu batang saja, yang bila dikonversi ke biji menjadi setara 4,0 kg atau 6,25 kg benih saja. Coba lihat betapa tidak efisiennya petani kita yang menabur benih padi sebanyak 150 kg dari yang seharusnya cukup 4 – 6,25 kg saja untuk satu hektar sawah. Ini baru dilihat dari kebutuhan benih, belum lagi dari segi tenaga kerja dan waktu yang terbuang percuma. Ini sungguh sangat boros dan tidak ekonomis sama sekali.

Anggapan lain yang sama buruknya adalah semakin banyak air yang diberikan, semakin banyak hasil padi. Akibatnya, pemakaian air sangat boros per satuan luas sawah, berikutnya jumlah sawah yang dapat diairi menjadi lebih sempit dari yang seharusnya. Padahal, sebenarnya padi bukanlah murni tanaman air, karena kenyataannya padi memang dapat juga hidup dan berproduksi tinggi pada lahan darat. Dengan demikian, air bukanlah faktor mutlak melainkan sebagai faktor pendukung. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa kesehatan tanah sawah tempat padi di tanam lebih baik bila tidak digenangi terus menerus (Hanafiah et al., 2009). Dengan demikian, sebenarnya padi tidak memerlukan terlalu banyak air seperti yang disangkakan dan justru akan lebih produktif bila air diberikan secara macak dan terputus-putus. Menurut Prisilla et al. (2012), pemberian air irigasi dengan debit yang berubah-ubah sangat penting bukan saja untuk perbaikan sistem irigasi, tetapi juga untuk melindungi sumber air bagi masa depan.

Pemikiran buruk lainnya adalah banyak pupuk, banyak hasil. Pemeo ini sebenarnya tidak produktif dan bahkan sangat merusak lingkungan. Petani kita kadang-kadang sudah keterlaluan dalam menggunakan pupuk, terutama pupuk anorganik. Penulis sendiri pernah menyaksikan sendiri bagaimana mereka memberikan pupuk pada lahan sawahnya, karena tempat tinggal penulis berkebetulan dekat dengan persawahan. Barangkali petani tidak pernah menghitung pemakaian pupuknya, tetapi bila kita hitung, bisa jadi pupuk yang digunakan bisa mencapai dua kali lipat dari yang dianjurkan. Bisa jadi pula dosis anjuran pun sudah terlalu banyak, karena belum ada kajian yang mendalam sebenarnya berapa dosis yang aman untuk produktivitas padi sekaligus kesehatan tanah sawah untuk mendukung perpadian dan persawahan yang berkelanjutan. Menurut Cummings dan Orr (2010) kendatipun aplikasi pupuk N anorganik telah memberikan keuntungan yang nyata pada produksi pangan dan ketahanan pangan dunia dalam jangka pendek, namun ada keprihatinan yang meluas terhadap keberlanjutan penggunaan teknologi ini untuk jangka panjang agar dapat terus memberi makan seluruh populasi dunia yang terus meningkat. Penggunaan pupuk N anorganik secara terus menerus akan menyebabkan perusakan tanah pertanian, antara lain sebagai akibat dari hilangnya bahan organik, pemadatan tanah, peningkatan salinitas, dan pencucian nitrat anorganik.

Bahan organik tidak berfaedah adalah kesalahan lain. Sumber bahan organik tidak dimanfaatkan. Jerami padi tidak dikembalikan ke sawah, melainkan diangkut bersama malai yang dipanen, bahkan sebagiannya lagi dibakar. Barangkali ada kemalasan ikut terlibat di sini. Pernah suatu ketika, penulis berdialog dengan seorang petani padi tentang pemanfaatan jerami sebagai sumber pupuk organik untuk pertanaman padinya. Pertanyaan penulis adalah mengapa petani selalu membakar jerami setelah panen berakhir. Jawabannya cukup sederhana, karena jerami-jerami itu mengganggu jalannya traktor mesin pengolah lahan nantinya. Sebagai catatan, petani memang selalu menumpuk jerami padi di pematang atau di tengah sawah. Tumpukan itulah yang dimaksud mengganggu tadi dan dengan membakarnya tumpukan tersebut langsung hilang dalam semalam. Padahal dengan sedikit rajin, penyerakan jerami ke permukaan lahan sawah dapat juga segera menghilangkan tumpukan yang mengganggu tadi, tanpa harus membakarnya. Membakar jerami sama artinya menghilangkan sumber bahan organik dan yang tersisa hanya abu dengan sedikit bahan mineral. Menyerakkan jerami sama artinya dengan memberikan sumber bahan organik ke dalam tanah, yang sangat berarti bagi kesuburan dan kesehatan tanah, berikut tanaman yang tumbuh di atasnya. Lalu, apa gunanya bahan organik pada tanah?. Funderbug (2001) menyatakan bahwa bahan organik berguna sebagai suplai unsur hara, kapasitas menahan air, agregasi struktrur tanah, dan pencegah erosi. Lebih jauh lagi, sebenarnya bahan organik dalam tanah bisa berfungsi seperti magis, mediator, atau penyangga dari kondisi ekstrem di dalam tanah. Menurut CSIRO (2011) bahan organik merupakan indikator kunci akan kesehatan tanah dan memainkan peran penting pada sejumlah fungsi, seperti biologi, kimia, dan fisik.

Lain jerami, lain lagi pupuk kandang. Bagi sebagian petani padi, pupuk kandang menjadi pantang diberikan pada sawah. Ada anggapan, pupuk kandang yang berupa kotoran ternak merupakan sumber penyakit bagi tanaman padinya. Kesalahan persepsi ini bisa jadi disebabkan oleh salah tindak pada pupuk ini. Waktu pemberian yang tidak tepat mungkin saja penyebab utamanya atau ada pengalaman buruk lain bersama dengan penggunaan pupuk ini. Akibatnya jarang sekali petani padi memupuk tanamannya dengan pupuk kandang. Sebenarnya, pupuk kandang sangat baik diberikan kepada tanaman padi dan kebaikannya sama seperti pada tanaman lainnya. Pupuk kandang banyak mengandung bahan organik, mikroorganisme, dan juga bahan anorganik. Menurut Rusmarkam dan Yowono (2002) pupuk kandang sebagai salah satu sumber bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya menahan air, meningkatkan kapasitas tukar kation, memperbaiki kehidupan biologi tanah, dan juga meningkatkan daya sangga tanah. Namun demikian, perlu juga dipahami bahwa pupuk kandang juga memiliki sifat yang kurang baik, antara lain memiliki rasio C/N tinggi dalam keadaan basah/mentah. Oleh karenanya, disarankan tidak memberi pupuk kandang dalam keadaan masih mentah pada lahan sawah. Jika pun diberikan mentah hendaknya jauh hari sebelum penanam padi dilakukan.

Yang tidak kalah kelirunya juga ada pada pengendalian hama dan penyakit padi. Menyemprotkan pestisida, terutama insektisida seperti sudah merupakan keharusan pada pertanaman padinya. Ada tidaknya hama dan penyakit di pertanaman padi di sawah tidak menjadi soal yang penting. Akibatnya, residu pestisida di sawah terus terakumulasi. Tidak hanya mencemari tanah sawah saja, air dan sumber air pun ikut tercemar. Banyak mikroorganisme dan makroorganisme yang berguna ikut mati terbunuh oleh pestisida, sehingga kesehatan tanah sawah terus menurun dari tahun ke tahun. Menurut Supardi (2003) pestisida seperti DDT, aldrin, endrin, dan fosfor organik bila mencemari tanah pertanian akan merugikan sebab senyawa tersebut dapat membunuh mikroorganisme yang sangat penting bagi tanah untuk proses dekomposisi dan sintesis senyawa organik dan anorganik. Bila penggunaannya tidak terkontrol, insektisida bisa juga menimbulkan pencemaran lingkungan, seperti air minum, merugikan kesehatan, dan juga mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap senyawa tersebut. Selain itu, insektisida ada juga yang bersifat karsinogenik, yaitu senyawa yang bisa menimbulkan terjadinya kanker dan tumor ganas.

Sebenarnya, daftar keliru dari prilaku petani masih bisa ditambah lagi. Namun, kita cukupkan dulu di sini. Barangkali lebih baik bagi kita untuk mencoba mengambil pelajaran daripadanya. Kita berharap apa yang penulis paparkan di atas hanyalah sekadar akibat ketidaktahuan atau kekurangpahaman para petani saja, bukan merupakan bagian dari budaya bangsa kita. Mengapa demikian, karena menurut Ashley Montagu dalam Suriasumantri (1999), kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Bisa dibayangkan betapa buruknya rupa masyarakat petani padi kita, bila kebutuhan dasarnya banyak yang keliru.

MEMBUAT PUPUK ORGANIK CAIR

MEMBUAT PUPUK ORGANIK CAIR
Kali ini kita akan membahas cara membuat pupuk organik cair. Pupuk organik cair dalam pembahasan ini mengacu pada pengertian pupuk organik dan pupuk kompos yang telah dibahas dalam artikel sebelumnya. Secara singkat bisa dikatakan pupuk organik cair adalah pupuk berfasa cair yang dibuat dari bahan-bahan organik melalui proses pengomposan.

Mengapa harus ditekankan demikian? Karena kami berpandangan pupuk organik tidak hanya mempunyai fungsi sebagai penyedia hara, melainkan juga berfungsi memperbaiki lingkungan sekitar tanaman, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Oleh karena itu pupuk organik bukan sekedar dibuat dari bahan-bahan organik, tetapi juga harus berkerja secara organis juga pada tanaman. Agar bisa dibedakan dengan pupuk organik cair yang banyak beredar dipasaran. Dimana pupuk tersebut dibuat dari bahan organik tetapi pembuatannya tidak melibatkan proses dekomposisi biologi, tetapi lebih menggunakan proses fisik, seperti pemanasan, ekstraksi, penguapan dan lain-lain.

Terdapat dua macam tipe pupuk organik cair yang dibuat melalui proses pengomposan. Pertama adalah pupuk organik cair yang dibuat dengan cara melarutkan pupuk organik yang telah jadi atau setengah jadi ke dalam air. Jenis pupuk yang dilarutkan bisa berupa pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos atau campuran semuanya. Pupuk organik cair semacam ini karakteristiknya tidak jauh beda dengan pupuk organik padat, hanya saja wujudnya berupa cairan. Dalam bahasa lebih mudah, kira-kira seperti teh yang dicelupkan ke dalam air lalu airnya dijadikan pupuk.

Pupuk cair tipe ini suspensi larutannya kurang stabil dan mudah mengendap. Kita tidak bisa menyimpan pupuk tipe ini dalam jangka waktu lama. Setelah jadi biasanya harus langsung digunakan. Pengaplikasiannya dilakukan dengan cara menyiramkan pupuk pada permukaan tanah disekitar tanaman, tidak disemprotkan ke daun.

Kedua adalah pupuk organik cair yang dibuat dari bahan-bahan organik yang difermentasikan dalam kondisi anaerob dengan bantuan organisme hidup. Bahan bakunya dari material organik yang belum terkomposkan. Unsur hara yang terkandung dalam larutan pupuk cair tipe ini benar-benar berbentuk cair. Jadi larutannya lebih stabil. Bila dibiarkan tidak mengendap. Oleh karena itu, sifat dan karakteristiknya pun berbeda dengan pupuk cair yang dibuat dari pupuk padat yang dilarutkan ke dalam air. Tulisan ini bermaksud untuk membahas pupuk organik cair tipe yang kedua.
Sifat dan karakteristik pupuk organik cair

Pupuk organik cair tidak bisa dijadikan pupuk utama dalam bercocok tanam. Sebaiknya gunakan pupuk organik padat sebagai pupuk utama/dasar. Pupuk organik padat akan tersimpan lebih lama dalam media tanam dan bisa menyediakan hara untuk jangka yang panjang. Sedangkan, nutrisi yang ada pada pupuk cair lebih rentan terbawa erosi. Namun di sisi lain, lebih mudah dicerna oleh tanaman.

Jenis pupuk cair lebih efektif dan efesien jika diaplikasikan pada daun, bunga dan batang dibanding pada media tanam (kecuali pada metode hidroponik). Pupuk organik cair bisa berfungsi sebagai perangsang tumbuh. Terutama saat tanaman mulai bertunas atau saat perubahan dari fase vegetatif ke generatif untuk merangsang pertumbuhan buah dan biji. Daun dan batang bisa menyerap secara langsung pupuk yang diberikan melalui stomata atau pori-pori yang ada pada permukaannya.

Pemberian pupuk organik cair lewat daun harus hati-hati. Jaga jangan sampai overdosis, karena bisa mematikan tanaman. Pemberian pupuk daun yang berlebih juga akan mengundang hama dan penyakit pada tanaman. Jadi, ketepatan takaran harus benar-benar diperhatikan untuk mendapatkan hasil maksimal.

Setiap tanaman mempunyai kapasitas dalam menyerap nutrisi sebagai makanannya. Secara teoritik, tanaman hanya sanggup menyerap unsur hara yang tersedia dalam tanah tidak lebih dari 2% per hari. Pada daun, meskipun kami belum menemukan angka persisnya, bisa diperkirakan jumlahnya tidak lebih dari 2%. Oleh karena itu pemberian pupuk organik cair pada daun harus diencerkan terlebih dahulu.

Karena sifatnya sebagai pupuk tambahan, pupuk organik cair sebaiknya kaya akan unsur hara mikro. Sementara unsur hara makro dipenuhi oleh pupuk utama lewat tanah, pupuk organik cair harus memberikan unsur hara mikro yang lebih. Untuk mendapatkan kandungan hara mikro, bisa dipilah dari bahan baku pupuk.


Cara membuat pupuk organik cair
 
Siapkan bahan-bahan berikut: 1 karung kotoran ayam, setengah karung dedak, 30 kg hijauan (jerami, gedebong pisang, daun leguminosa), 100 gram gula merah, 50 ml bioaktivator (EM4), air bersih secukupnya.

Siapkan tong plastik kedap udara ukuran 100 liter sebagai media pembuatan pupuk, satu meter selang aerotor transparan (diameter kira-kira 0,5 cm), botol plastik bekas akua ukuran 1 liter. Lubangi tutup tong seukuran selang aerotor.

Potong atau rajang bahan-bahan organik yang akan dijadikan bahan baku. Masukkan kedalam tong dan tambahkan air, komposisinya: 2 bagian bahan organik, 1 bagian air. Kemudian aduk-aduk hingga merata.

Larutkan bioaktivator seperti EM4 dan gula merah 5 liter air aduk hingga merata. Kemudian tambahkan larutan tersebut ke dalam tong yang berisi bahan baku pupuk.
Tutup tong dengan rapat, lalu masukan selang lewat tutup tong yang telah diberi lubang. Rekatkan tempat selang masuk sehingga tidak ada celah udara. Biarkan ujung selang yang lain masuk kedalam botol yang telah diberi air.

Pastikan benar-benar rapat, karena reaksinya akan berlangsung secara anaerob. Fungsi selang adalah untuk menyetabilkan suhu adonan dengan membuang gas yang dihasilkan tanpa harus ada udara dari luar masuk ke dalam tong.

Tunggu hingga 7-10 hari. Untuk mengecek tingkat kematangan, buka penutup tong cium bau adonan. Apabila wanginya seperti wangi tape, adonan sudah matang.
Pisahkan antara cairan dengan ampasnya dengan cara menyaringnya. Gunakan saringan kain. Ampas adonan bisa digunakan sebagai pupuk organik padat.
Masukkan cairan yang telah melewati penyaringan pada botol plastik atau kaca, tutup rapat. Pupuk organik cair telah jadi dan siap digunakan. Apabila dikemas baik, pupuk bisa digunakan sampai 6 bulan.

Penggunaan pupuk organik cair
Pupuk organik cair diaplikasikan pada daun, bunga atau batang. Caranya dengan mengencerkan pupuk dengan air bersih terlebih dahulu kemudian disemprotkan pada tanaman. Kepekatan pupuk organik cair yang akan disemprotkan tidak boleh lebih dari 2%. Pada kebanyakan produk, pengenceran dilakukan hingga seratus kalinya. Artinya, setiap 1 liter pupuk diencerkan dengan 100 liter air.

Untuk merangsang pertumbuhan daun, pupuk organik cair bisa disemprotkan pada tanaman yang baru bertunas. Sedangkan untuk menghasilkan buah, biji atau umbi, pupuk disemprotkan saat perubahan fase tanaman dari vegetatif ke generatif. Bisa disemprotkan langsung pada bunga ataupun pada batang dan daun. Setiap penyemprotan hendaknya dilakukan dengan interval waktu satu minggu jika musim kering atau 3 hari sekali pada musim hujan. Namun dosis ini harus disesuaikan lagi dengan jenis tanaman yang akan disemprot.

Pada kasus pemupukan untuk pertumbuhan daun, gunakan pupuk organik cair yang banyak mengandung nitrogen. Caranya adalah dengan membuat pupuk dari bahan baku kaya nitrogen seperti kotoran ayam, hijauan dan jerami. Sedangkan pada kasus pemupukan untuk pertumbuhan buah, gunakan bahan baku pupuk yang kaya kalium dan fosfor, seperti kotoran kambing, kotoran sapi, sekam padi dan dedak. Kandungan setiap jenis material organik bisa dilihat di tabel berikut.

Secara sederhana bisa dikatakan, untuk membuat pupuk perangsang daun gunakan sumber bahan organik dari jenis daun-daunan. Sedangkan untuk membuat pupuk perangsang buah gunakan bahan organik dari sisa limbah buah seperti sekam padi atau kulit buah-buahan.

Sabtu, 22 Juni 2013

Ketahanan Pangan Indonesia

Pangan merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Di antara kebutuhan yang lainnya, pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan hidup seseorang dapat terjamin.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang semenjak dulu hingga kini masih terkenal dengan mata pencaharian penduduknya sebagai petani. Namun, dewasa ini Indonesia justru menghadapi masalah serius dalam situasi pangan.

Pada dasarnya, permasalahan ketahanan pangan di Indonesia sebenarnya tidak perlu terjadi. Hal ini dikarenakan Indonesia sebagai negara agraris memiliki lahan yang sangat banyak dan subur, maka semestinya ketersediaan pangan surplus. Namun, yang terjadi sekarang adalah ketahanan pangan di Indonesia bermasalah, bahkan cenderung kedodoran. Ada banyak faktor, salah satunya konversi lahan pertanian yang tinggi dan tingkat pertumbuhan penduduk yang hampir tidak terkendali.

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang pesat sepertinya tidak diimbangi dengan sarana dan prasaran yang membantu. Melihat pada kondisi global misalnya, banyaknya jumlah penduduk sekarang menjadi masalah besar. Jumlah penduduk dunia sekarang yang ketahui telah mencapai 9 miliar jiwa. Bandingkan dengan jumlah pada 50 tahun sebelumnya, yang hanya 3 miliar jiwa. Dalam kurun 50 tahun jumlah penduduk dunia meningkat pesat hingga lebih dari dua kali lipat. Di Indonesia sendiri pascasensus 2010, jumlah penduduknya mencapai 235-240 juta.

Jumlah yang sangat besar ini sepertinya tidak diimbangi dengan kemampuan lahan pertanian di Indoensia. Konversi besar-besaran lahan pertanian ke non-pertanian menambah buruk kondisi pangan di bumi Nusantara ini. Misalnya seperti mengkonversi lahan pertanian menjadi pemukiman yang menngakibatkan lahan pertanian semakin sempit. Lambat laun, kesulitan pangan mulai dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat miskin pun menjadi semakin merasakan kesulitan akibat menurunnya ketahanan pangan.

Keterbatasan jumlah lahan juga berakibat pada kinerja para penggarap lahan, di mana mereka hanya menggarap sedikit lahan dan kesejahteraannya menjadi tidak terjamin. Sementara, tuntutan kepada pertanian untuk menghasilkan komoditi pangan sangatlah besar mengingat populasi penduduk Indonesia yang terus meningkat. Sebagai contoh, luas lahan pertanian Indonesia sama dengan Vietnam, tetapi jumlah penduduk negara ini hampir tiga kali lipat jumlah penduduk negara itu, dan pada akhirnya setiap petani di Indonesia hanya bisa memiliki lahan yang luasnya terbatas. Meskipun 70 persen penduduk Indonesia berprofesi petani, namun rata-rata hanya memiliki 0,3 hektar lahan untuk digarap. Sehingga meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap pesat, kekurangan pangan dan nutrisi masih terjadi.

Selain masalah besarnya populasi dan semakin sempitnya lahan pertanian, setidaknya ada beberapa masalah ketahanan pangan yang dihadapi oleh Indonesia, antara lain: masalah sistem yang belum terintegrasi dengan baik, kesulitan untuk meningkatkan sejumlah komoditi unggulan pertanian, sistem cadangan dan distribusi serta rantai pasokan dan logistik nasional yang belum efisien, mahalnya ongkos transportasi, sering ditemuinya kasus kekurangan produksi di sejumlah daerah, dan masalah stabilitas harga. Pada dasarnya masalah ketahanan pangan merupakan masalah nasional yang perlu diperhatikan secara menyeluruh.

Masalah pangan di Indonesia sebenarnya tidak perlu terjadi apabila kelangkaan pangan bisa diatasi. Seperti diketahui, masalah komoditi pangan utama masyarakat Indonesia adalah adalah karena kelangkaan beras. Sebenarnya, dulu kelangkaan ini tidak terjadi karena tiap daerah di Indonesia tidak mengonsumsi beras saja. Makanan utama di beberapa daerah di Indonesia juga berbeda-beda. Bahan makanan utama masyarakat Madura dan Nusa Tenggara adalah jagung. Masyarakat Maluku dan Irian Jaya punya makanan utama sagu. Dan beras adalah makanan utama untuk masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi walaupun ada juga yang menjadikan singkong, ubi dan sorgum sebagai bahan makanan utama.

Tetapi seluruh hal tersebut berubah total setelah pemerintah Orde Baru memberlakukan Swasembada Beras yang secara tidak langsung memaksa orang yang biasanya mengonsumsi bahan makanan non-beras untuk mengonsumsi beras. Yang terjadi selanjurnya adalah muncul lonjakan konsumsi beras nasional hingga saat ini. Ini akhirnya memaksa pemerintah untuk impor beras.
Padahal jika tiap daerah tetap bertahan dengan makanan utama masing-masing maka tidak akan muncul 

kelangkaan dan impor bahan makanan pokok beras. Efek lain pun muncul akibat perubahan pola makan masyarakat Indonesia. Keberagaman komoditi pertanian yang menjadi unggulan setiap daerah di Indonesia lenyap dengan sendirinya demi program Swasembada Beras itu.
Masalah pangan harus segera diatasi karena menyangkut kebutuhan semua orang, terutama di Indonesia. Selain itu masalah-masalah lain yang terkait dengan pangan juga diperlukan solusi segera, sebelum kesulitan pangan benar-benar terjadi.

Saat ini Indonesia mengalami krisis pangan, program swasembada pangan terutama Beras, Gandum, Kedelai, Jagung, Garam, Daging Sapi dan sebagainya.

Solusi Ketahanan Pangan di Indonesia 

Menghadapi tantangan ketahanan pangan, diperlukan beberapa langkah, mulai dari peningkatan ketersediaan, stabilitas, aksesabilitas, konsumsi sehingga setiap individu dapat memiliki kesempatan yang sama dalam memenuhi pangannya.

Mungkin sulit untuk mengerem laju penduduk yang terjadi di Indonesia, dan juga menambah jumlah lahan pertanian yang ada, karena berbagai faktor dan konversi besar-besaran yang terjadi. Namun yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti dari kondisi pertanian dan ketahanan pangan saat ini antara lain langkah strategis penerapan dalam menyelesaikan ketahanan pangan pada total luas lahan yang ada, serta upaya untuk fertilizer/pemupukan dan bibit unggulnya.

Luas lahan yang merupakan konversi dari sawah juga harus diperhatikan masalah tata ruangnya. Sementara itu, sistem pemupukannya harus menggunakan bahan organik dan harus diperhatikan formulanya. Selain itu, perlu diperhatikan mengenai pengelolaan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia dan teknologi untuk kemajuan pangan dan pertanian Indonesia.

Teknologi jadi bagian penting dalam pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan. Teknologi memang hanya tools atau alat, tetapi perlu dipikirkan bagaimana kita dapat membantu para petani agar dapat meningkatkan kualitas produk mereka. Teknologi juga perlu diperhatikan untuk mengimbangi  berkurangnya lahan pertanian.

Indonesia juga mestinya melihat contoh-contoh negara lain yang berhasil memanfaatkan lahan sempit, namun dengan teknologi yang maju mereka bisa mengatasinya. Kualitas para petani perlu juga perhatian untuk mengolah sumber daya alam yang ada. Para petani tersebut perlu diberikan pengetahuan agar mampu memajukan jumlah komoditi pertanian. Contohnya diberikan pelatihan bagi para petani agar mereka dapat memberi perlindungan lebih aman dan efektif terhadap tanaman mereka dari serangan hama, penyakit, dan lainnya.

Cara lain, bisa dengan mengembalikan lagi atau melestarikan kebiasaan makanan pokok di tiap daerah. Seharusnya masyarakat suatu daerah dibiarkan mengonsumsi bahan makanan yang biasa dikonsumsi secara turun temurun. Semua itu bisa terlaksana asalkan ada goodwill dari masyarakat Indonesia, mulai dari presiden, menteri dan seluruh rakyat untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki. Atau dengan mengganti beras dengan bahan makanan berkomposisi sama atau lebih bergizi seperti sayur-sayuran dan umbi-umbian.

Dengan mengembangkan keunggulan komoditi pertanian yang dimiliki oleh daerah, Indonesia tidak perlu impor bahan makanan. Jumlah penduduk 240 juta dapat menjadi pasar yang luar bisa bagi Indonesia. Mungkin ekspor bisa menjadi tujuan pada akhirnya, tetapi memenuhi kebutuhan dalam negeri lebih utama yaitu dengan memanfaatkan keunggulan komoditi masing-masing daerah. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan jagung, Jawa dapat membelinya ke Sulawesi atau Nusa Tenggara. Untuk memenuhi kebutuhan bawang maka Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan lain-lain dapat membeli ke Jawa. Jadi harus ada kekhususan komoditi pertanian di suatu daerah sebagai komoditi pertanian unggulan.

Semua upaya untuk menangani permasalahan ketahanan pangan ini harus melibatkan semua pihak. Hal ini dimaksudkan agar seluruh rencana penanganan ini dapat terlaksana dengan baik sehingga tidak ada lagi masalah pangan.

Jumat, 21 Juni 2013

Teknik Budidaya Jagung

 Budidaya, jagung, cara menanam, tanaman, panduan
A.    Lokasi Penanaman
Tanaman jagung adalah tanaman yang  memiliki tingkat fotosintesis tinggi, jadi sangat memerlukan cahaya matahari. Maka lokasi yang baik untuk budidaya tanaman jagung adalah areal yang terbuka berupa sawah atu ladang yang tidak terlindung dari cahaya matahari.

Lokasi untuk budidaya tanaman jagung sebaiknya tidak tergenang air, namun memiliki kadar air yang cukup. Selain itu, dalam pemilihan lokasi untuk tanaman jagung, sebaiknya harus sesuai dengan syarat tumbuh tanaman jagung, atau yang dibutuhkan oleh tanaman jagung. Syarat tumbuh dijelaskan sebagai berikut.

1.    Susunan atau sifat tanah
Sebenarnya semua jenis tanah dapat ditumbuhi jagung, namun sifat tanah yang paling dikehendaki oleh tanaman jagung adalah yang drainasenya lancar, subur dengan humus dan pupuk yang mencukupi persediaan untuk tumbuh.

2.    Iklim
Iklim atau cuaca rata-rata suatu daerah turut berperan serta dalam menentukan pertumbuhan dan produksi suatu tanaman. Iklim yang tidak mendukung, misalnya banyak hujan badai dan angin rebut bahkan banjir, akan berpengaruh pada pertumbuhan, termasuk pada tanaman jagung.
Walaupun tanaman jagung sangat cocok pada daerah yang beriklim sejuk dan dingin, namun jika terlalu banyak hujan juga akan mengurangi kualitas  jagung.

Tanaman jagung dapat berproduksi dengan baik dan berkualitas pada daerah yang beriklim sejuk yaitu 50 derajat LU sampai 40 derajat LS dengan ketinggian sampai 3000 meter dari permukaan laut. Namun, untuk jenis-jenis jagung tertentu, dapat juga pada tempat yang berbeda dari kondisi tersebut dan dapat berproduksi dengan baik.

3.    Derajat keasaman tanah (pH)
Derajat keasaman tanah dipengaruhi oleh banyaknya kandungan unsure kimia dalam tanah serta kadar air dalam tanah tersebut. Daerah yang cenderung basah dan banyak humus akan menyebabkan tanahnya cenderung bersifat asam.

Sebaliknya tanah yang kering berkapur dengan kadar air yang sedikit akan lebih bersifat basa. Untuk tanaman jagung sebenarnya  toleransi atau kemampuan untuk beradaptasi pada lingkungan cukup baik, yaitu dengan kemampuan hidup maksimal pada derajat keasaman antara 5,5 sampai 7.
Derajat keasaman ada skala 14 skala, untuk skala 1 sampai 7 bersifat asam, sedangkan antara 8 sampai 14 bersifat basa.

4.    Kadar air
Jumlah air yang ada dalam tanah akan menentukan kadar air tanah. Tanaman jagung memerlukan air terutama untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan. Jadi penanaman jagung pun banyak diawali pada saat musim hujan mulai tiba. Selain menghemat tenaga untuk menyiram juga menambah sejuk/menambah kelembaban udara. Sehingga tanaman tidak kekurangan air, karena dapat mengganggu proses fotosintesis atau penyusunan makanan yang dilakukan untuk beraktifitas dan berproduksi dari tanaman jagung tersebut.

5.    Intensitas cahaya matahari
Intensitas cahaya adalah jumlah pancaran cahaya matahari yang intesif dan dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup. Untuk tanaman jagung, intensitas cahaya yang banyak dan cukup sangat dibutuhkan selain untuk berfotosintesis, juga untuk berproduksi, karena tanpa intensitas cahaya yang cukup, bunga tidak dapat berhasil menjadi buah.

6.    Suhu lingkungan
Suhu adalah tingkat derajat panas suatu benda yang ada dalam lingkungan. Lingkungan tempat hidup jagung sangat perlu untuk diperhatikan, karena suhu yang tinggi dan kering akan mengganggu kelangsungan proses penyusunan makanan atau fotosintesis pada tanaman jagung.

Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah antara 21 sampai 30 derajat celcius. Sedangkan untuk proses perkecambahan jagung, yang paling tepat adalh antara suhu 21 sampai 27 derajat celcius. Jadi, sedikit lebih membutuhkan suhu yang lebih sejuk untuk pertumbuhan kecambahnya.

Pada umumnya tanaman njagung ditanam pada lahan yang kering dengan cara multikultur, artinya ditanam bersama dengan beberapa jenis tanaman yang lain. Namun, penanaman jagung pada lahan kering ini tidaklah mutlak, sebab ternyata tanaman jagung juga dapat tumbuh pada lahan basah yang terdapat pengairan serta sawah tadah hujan, secara monokultur yaitu menanami lahan hanya dengan satu jenis tanaman.
Cara penanaman jagung ada 2 cara, yaitu:

1.    Multikultur
Multikultur adalah penanaman lahan dengan banyak jenis tanaman yang berbeda-beda secara bersama-sama. Misalnya dalam satu waktu pada suatu lahan ditanami jagung, ketela pohon, dan kacang tanah.
Cara ini sering juga disebut dengan istilah tumpang sari, yang mempunyai tujuan agar kesuburan tanah tetap terjaga, yaitu dengan menjaga keseimbangan persediaan unsure-unsur yang ada dalam tanah.

2.    Monokultur
Monokultur adalh menanami lahan hanya dengan satu jenis tanaman secara berselang seling, atau bergantian. Misalnya sekarang jagung, tahap yang kedua padi atau sebaliknya.

Penanamn dengan car ini sering disebut dengan istilah rotasi tanaman. Rotasi tanaman pada dasarnya memiliki tujuan yang hampir sama dengan tumpang sari, hanya saja waktu penanaman yang berbeda maka pengambilan unsure yang ada dalam tanah juga bergantian. Tapi dengan cara bergantian pula unsur itu akan berkurang, sehingga diharapkan dengan penanaman yang bergantian, keseimbangan jumlah unsur-unsur dalam tanah juga tetap terjaga.

Sel;ain itu juga diselingi dengan tanaman kacang agar dapat diperkaya unsur Nitrogen, karena tanaman kacang tanah dalam akarnya terdapat bintil yang ada bakteri Rhizobium dapat mengikat Nitrogen dari udara bebas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan penanaman kacang tanah, tanah akan subur kembali.
Kedua cara tersebut adalah bagian dari cara penanaman yang dipakai untuk mengatasi lahan yang sudah kritis.

Sebenarnya masih ada car yang lain untuk mengatasi lahan yang kritis, yaitu dengan sengkedan dan terasering. Sengkedan dilakukan pada lahan yang dapat berdampak pada erosi tanah. Sedangkan terasering dilakukan pada lahan yang miring dibuat sawah yang bertingkat-tingkat dengan tujuan untuk menghambat erosi.

Tanah yang terkena erosi terus menerus akan mengalami:
a.    Kekurangan unsur-unsur hara didalamnya
b.    Mudah longsor
c.    Pengurangan tingkat kesuburan
d.    Tidak dapat ditanami
e.    Mengurangi hasil produksi
Di bawah ini ada usaha-usaha untuk mengembalikan kesuburan tanah apabila terjadi erosi pada lahan tanamn jagung, baik oleh air ataupun oleh angin:

1.    Penjemuran
Penjemuran adalah cara yang sudah sering dilakukan oleh para petani sejak dahulu, terutama pada lahan persawahan, caranya dengan mencangkul  tanah dan membaliknya, kemudian dibiarkan terkena panas matahari selama beberapa hari. Tujuan penjemuran adalah untuk:

a.    Membunuh bakteri pengganggu yang ada dalam tanah
b.    Tanah mendapatkan aerasi/pengudaraan
c.    Derajat keasaman tanah atau kebasaan dapat berkurang
d.    Tanah dapat kembali subur

2.    Penghijauan
Tanah yang kurang subur karena terkena erosi, biasanya akan sulit ditanami. Untuk mengatasinya, dapat dengan penanaman kembali atau penghijauan, yaitu dengan menanam pohon pohon pelindung.
Tujuan penghijauan adalah untuk:

a.    Menambah kesuburan tanah, dengan cara pembuatan humus oleh tanaman pelindung melewati daunnya yang berguguran.
b.    Akar tanaman pelindung dapat menahan laju air.
c.    Mikroorganisme yang ada dalam humus akan dapat menguraikan zat organic dalam humus, sehingga menambah unsure hara dan kesuburan dalam tanah.

3. Rotasi tanaman 
adalah menanami sebidang tanah dengan tanaman yang berbeda secara bergantian. Misalnya ditanami jagung, lalu ditanami padi dan seterusnya. Tujuan rotasi tanaman adalah:

a.    Agar unsure hara yang ada dalam tanah tidak habis sekaligus
b.    Jenis tanaman yang berbeda akan membutuhkan unsure yang berbeda pula, jadi pengambilan unsure terjadi secara bergantian.

4.    Pemupukan
Pemupikan adalah usaha menambah atau mengganti hilangnya beberapa jenis unsure yang hilang bersama proses bercocok tanam.

Proses yang dapat menyebabkan hilangnya beberapa unsure adalah:
a.    Pemanenan dengan cara pencabutan sampai ke akar
b.    Hanyut bersama dengan air saat penyiraman.

Macam-macam pupuk yang dapat digunakan antara lain:

a.    Pupuk kandang
Pupuk kandang adalah pupuk  yang berasal dari kotoran ternak.

b.    Pupuk kompos
Pupuk kompos adalah pupuk yang berasal dari pembusukan sampah organic. Misalnya dari sisa pembusukan daun atau bagian tanaman lain yang sudah mati.

c.    Pupuk hijau
Pupik hijau adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan yang sengaja dicabut, kemudian di tanam di sekitar lahan  pertanian. Tanaman yang sering di tanam adalah jenis kacang-kacangan.

d.    Pupuk anorganik atau pupuk buatan
Pupik anorganik adalah macam-macam pupuk yang dibuat oleh pabrik.
Misalnya:

1)    Amonium sulfat (NH4)2 SO4 atau sering disebut ZA
2)    Nitrogen Posfor Kalium (NPK)
3)    Urea
4)    ASN atau ammonium sulfat nitrat

1.    Syarat tumbuh
Lokasi yang baik untuk bertanam jagung sebaiknya memenuhi syarat tumbuh. Misalnya kesuburan tanah, suhu lingkungan, pancaran sinar matahari, serta tinggi tempat.

2.    Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi
Ketersediaan sarana transportasi dapat mempermudah pengangkutan hasil panen, menekan biaya transportasi serta mencegah prnurunan mutu jagung sebelum pemasaran.

3.    Tujuan pemasaran
Lokasi bertanam jagung sebaiknya tidak jauh dari tempat pemasaran. Tujuannya adalah mencegah penurunan mutu jagung dan menghemat transportasi, termasuk biaya pengangkutan oleh tenaga kerja.

4.    Ketersediaan tenaga kerja
Tenaga kerja sangat diperlukan, dimulai dari proses penanaman, pemeliharaan dan saat pemanenan serta pengolahan hasil panen, sehingga mendapatkan hasil produksi yang baik dan berkualitas  serta tidak terjadi penurunan mutu jagung.

B.    Benih Tanaman Jagung
Penyediaan benih adalah hal atau factor yang awal dan penting pada aktivitas bertanam jagung. Sebagai langkah awal dalam bertanam jagung, pemilihan bibit unggul biasanya dilaksanakan agar kita dapat mendapatkan hasil produksi yang tinggi pula.

Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam memilih bibit jagung yang baik adalah sebagai berikut:

1.    Tongkol diambil dari tanaman jagung induk yang sehat, kuat dan telah tua.
2.    Tongkol jagung yang tua berukuran besar, panjang dan langsing.
3.    Klobot rapat dari ujung sampai pangkal daun jagung.
4.    Biji terletak dalam barisan yang lurus
5.    Tongkol memiliki ranbut yang banyak
6.    Tongkol sudah dijemur sampai kering

Biji yang unggul ditentukan oleh:

1.    Faktor genetic
Faktor genetic adalah factor yang berhubungan dengan genotip yang baik, dan biasanya diturunkan dari induk pada keturunannya, misalnya daya tahan terhadap penyakit, dan daya reproduksi.

2.    Faktor fisik
Faktor fisik adalah benih yang bermutu tinggi meliputi kemampuan berkecambah yang tinggi, kadar air rendah, bersih dan bebas dari kotoran.
Untuk mendapatkan benih, sebaiknya kita beli dari tempat pemuliaan, sebab bila kita menggunakan benih dari pertanaman sebelumnya, akan mengalaminpengurangan/penurunan  kualitas/mutu.

Benih yang unggul dapat kita beli pada took saprotan, distributor benih atau Balai Benih Induk (BBI). Dan untuk mencegah timbulnya penyakit pada benih yang disebabkan oleh jamur, maka benih harus kita fungisida, atau insektisida yang berguna untuk membasmi jamur.
Misalnya untuk mencegah bulai, dengan cara sebagai berikut:

1)    Sediakan air sebanyak 1 liter
2)    Masukkan dalam air tersebut 5 g Ridomil
3)    Masukkan biji jagung kedalam larutan tersebut
4)    Rendam benih selama  15 menit
5)    Setelah itu keringkan sampai kering dengan cara dijemur.

C.    Lahan dan Penanaman
Pengolahan lahan tanaman jagung bertujuan untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang terbaik untuk pertumbuhan dan hasil produksi jagung.

     Tujuan pengolahan lahan adalah untuk:

1.    Menyediakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan jagung.
2.    Memperbaiki sifat fisik tanah.
3.    Mencegah pertumbuhan gulma dan tanaman pengganggu.
Lahan untuk bertanam jagung dapat diolah dengan menggunakan cangkul, bajak ataupun dengan traktor.
Pengolahan lahan untuk bertanam jagung terdiri dari beberapa langkah, yaitu:

1.    Memecah
Yang dimaksud memecah pada pengolahan tanah untuk bertanam jagung adalh menfubah kondisi tanah yang tadinya keras dan padat menjadi tanah yang gembur dan lunak, agar dapt diproses selanjutnya. Alat untuk memecah kondisi tanah ini adalah traktor.

2.    Membalik
Membalik tanah pada pengolahan tanaman jagung adalah penggantian atau pemindahan posisi dari bagian tanah sebelas atas menjadi sebelah bawah atau sebaliknya.
Hal ini dilakukan karena tiap komposisi tanah yang memiliki sifat yang berbeda-beda, baik kandungan unsure maupun tingkat kesuburan tanahnya. Alat yang dipergunakan untuk membalik tanah adalah cangkul.

3.    Meratakan tanah
Proses yang selanjutnya setelah tanah dipecah dan dibalik adalah dengan diratakan, agar proses perawatan yang lain dapat berlangsung dengan mudah. Alat yang digunakan untuk meratakan adalah garu, dengan tenaga sapi atau kerbau atau tenaga manusia.
Di bawah ini perlu kita ketahui susunan dari lapisan tanah secara horizontal yang terdiri dari 3 lapisan yang utama yaitu:

a.    Lapisan tanah atas/top soil
Lapisan tanah atas memiliki ciri-ciri antara lain:
  • Terletak pada bagian paling atas dari tanah
  • Sebagai tempat tumbuhnya berbagai tanaman
  • Berwarna gelap
  • Tempat tumbuh dan berkembangnya akar tanaman dengan mencari makan pada bagian top soil ini
  • Tempat hidup berbagai mikroorganisme
  • Tempat terjadinya humifikasi
  • Tanahnya gembur
  • Banyak mengandung unsure hara bagi tanaman
  • Porositas dan drainasenya sangat baik.
  • Ketebalannya dipengaruhi oleh kemiringan, ketinggian dan jumlah tumbuhan yang ada di atasnya

b.    Lapisan tanah bawah/subsoil
Ciri-ciri lapisan tanah bawah/subsoil adalah sebagai  berikut:
  • Berwarna lebih muda dan lebih terang
  • Porositas dan drainase rendah
  • Ikatan butiran tanah lebih stabil
  • Banyak mengalami pelapukan
  • Banyak mengandung tanah liat

c.    Lapisan bahan atau batuan induk/bed rock
Lapisan batuan induk memiliki ciri-ciri antara lain:
  • Lapisan masih berupa batu yang belum mengalami pelapukan.
  • Tempat terdapatnya kantung-kantung air.
  • Tempat terjadinya proses pelapukan secara fisik, kimia dan bilogis dalam waktu yang lama.

Keadaan tanah yang diolah sebaiknya dalam keadaan tidak basah sebab akan lengket dan sukar digemburkan. Selain itu juga tidak terlalu kering, sebab akan terasa keras, sehingga perlu tenaga yang besar. Jadi sebaiknya dalam keadaan lembab agar mudah pengolahannya.

Cara pengolahan tanah untuk bertanam jagung, yaitu:
  • Setelah tanah diolah, maka tanah dibuat bedengan dengan ukuran yang sesuai dengan luas lahan.
  • Selain itu di antara bedengan dibuat parit untuk pengaturan pengairan, yang dalamnya 20 cm dan lebarnya 40 cm.
  • Segera dilakukan pembuatan lubang tanam dengan menggunakan tugal/batang kayu
  • Pembuatan jarak antara lubang tanam bergantung pada kesuburan tanah dan daya tumbuh benih.

4.    Penanaman tanaman jagung
Penanaman jagung dilaksanakan pada awal atau akhir musim hujan, sehingga pada masa pertumbuhan tanaman jagung masih tersedia air dari curahan hujan.
Penanaman dilakukan dengan cara mengisi lubang tanam dengan satu benih jagung disertai dengan furadan 1 g tiap lubang. Tak lupa pada setiap lubang tanam ditutupi dengan jerami kering terlebih dahulu baru ditutup kembali dengan tanah.

D.    Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman jagung adalah proses yang penting, karena akan ikut menentukan hasil produksi dari aktivitas kita bercocok tanam jagung.

Kegiatan pemeliharaan tanaman jagung meliputi:

1.    Penyiraman
Cara yang paling mudah untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman jagung adalah dengan membuat saluran air pada sekeliling lahan atau dari turunnya air hujan. Sebab, bila kita harus menyiram lahan yang begitu luas, akan cukup merepotkan.

Air bagi tanaman jagung dibutuhkan untuk:
  • Saat awal pertumbuhan yaitu untuk perkecambahan
  • Saat pembentukan tongko

Akibat kekurangan air adalah:
  • Biji lama/gagal berkecambah
  • Tongkol jagung menjadi kerdil

Cara penyiraman lahan tanaman jagung adalah sebagai berikut:
  • Pada daerah yang cukup air, penyiraman dilakukan dengan cara menyalurkan air pada saluran air antara barisan tanamannjagung.. tunggu sampai 3 jam, bila air masih sisa dalam sxaluran tadi, maka air harus dibuang.
  • Pada lahan yang kering, penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.
Waktu penyiraman tanaman jagung adalah:
  • Setelah masa tanam jagung selesai, dengan tujuan agar biji jagung segera berkecambah.
  • Setiap hari satu kali tanaman jagung disiram selama satu minggu.
  • Setelah istirahat, penyiraman kembali dilakukan setelah minggu ke-4.
  • Saat pembentukan tongkol, tanaman jagung disiram sehari sekali agar tumbuh dengan sempurna.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penyiraman tanaman jagung adalah:
  • Jangan menyiram tanaman jagung jika hari sudah hujan. Karena jika terlalu banyak air tanaman jagung bisa membusuk dan akhirnya mati.
  • Penyiraman hanya dilakukan jika lahan kering saja.

2.    Penyiangan
Penyiangan adalah kegiatannmembuang rumput liar/pengganggu yang ikut tumbuh bersama tanamanjagung, yang sering disebut gulma.
Macam-macam rumput liar yang sering tumbuh dalam lahan jagung adalah:
  • Rumput teki
  • Alang-alang
  • Kaki/tapakmkuda
  • Meniran
  • Krokot

Cara penanggulanggan rumput liar atau gulma ini adalah dngan cara:
  • Langsung dicabut dengan tangan secara beramai-ramai.
  • Dengan menggunakan herbisida yaitu senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi gulma.

3.    Pembubunan

Pembumbunan adalah penimbunan tanah pada sekeliling tanaman jagung. Caranya adalah sebagai berikut:
  • Pertama-tama kita bersihkan rumput liar yang tumbuh disekitar tanaman jagung, dengan cara dicabut
  • Ambil hasil cabutan rumput liar tadi, dan timbun dengan tanah pada sekeliling tanaman jagung.

4.    Pemberian pupuk
Pemberian pupuk yanmg dimaksudkan disini adalah pemupukan  lanjutan, yaitu setelah tanaman jagung berumur 2 minggu, dengan cara ditaburkan pada larikan tanaman jagung
Pemberian urea juga diberikan setelah tanaman jagung berumur 40 hari, dengan tujuan menungkatkan jumlah dan kualitas tongko, jagung.

5.    Pemberian garam inggris
Tujuan pemberian garam inggris pada tanaman jagung adalah untuk:
  • Menambah kesempurnaan pertumbuhan sruktur daun
  • Menambah kesempurnaan pertumbuhan tongkol jagung
  • Memperkuat daya tahan tanaman jagung dari serangan penyakit, seperti bulai
Cara pemberian garam inggris pada tanaman jagung adalah sebagai berikut:
  • Larutkan garam inggris dalam air dengan perbandingan 4:1
  • Semprotkan pada bagian daun tanaman
  • Lakukan penyemprotan setiap semnggu sekali selama 4 minggu berturut-turut.

6.    Pembuangan bunga jantan
Pembuangan bunga jantan pada tanaman jagung dilakukan pada saat bunga jantan keluar, tapi sebelum bunga mekar, jadi belum terjadi penyerbukan.
Tujuan pembuangan bunga jantan adalah untuk:
  • Pengalihan kekuatan/tenaga pada pembuatan tongkol
  • gar tongkol jagung menjadi lebih besar
  • Agar tongkol menjadi lebih banyak
Pembuangan bunga jantan dilakukan setelah 40 hari penanaman, untuk tanaman jagung yang ditanam di dataran rendah. Sedangkan untuk tanaman jagung yang ditanam di dataran tinggi, pembungaan bunga jantan dilakukan setelah 50 hari penanaman, karena perbedaan intensitas cahaya matahari yang diterima.

Cara pembuangan bunga jantan adalah sebagai berikut:
  • Goyang-goyangkan batang secara perlahan, jangan terlalu keras sebab dapat merusak bunga,
  • Perhatikan pelepah daunnya, tunggu sampai pelepah daunnya melebar.
  • Jika pelepah daun sudah melebar, maka cavutlah tangkai bunga jantan pada tanman jagung dengan hati-hati.

E.    Pengendalian Hama dan Penyakit
Kegiatan pengendalian hama dan penyakit pada tanaman jagung dilakukan agar tanaman jagung tidak mengalami gangguan kesehatan, yang akhirnya mengganggu hasil produksinya.
Pengendalian terhadap hama dan penyakit dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1.    Secara tradisional
  • Secara mekanisme atau penanganan secara langsung.
  1. Ulat langsung diambil dan dibasmi
  2. Tikus, dengan cara digeropyok beramai-ramai
  3. Burung dengan diketapel
  • Tanaman liar dengan disiangi/dicabuti secara langsung
  • Mengusir burung, dengan dipasang orang-orangan untuk menakuti dan pergi jauh supaya tidak memakan jagung.
  • Dengan penanaman secara serentak.
  • Dengan mengadakan rotasi tanaman agar terhimdar dari hama dan penyakit.
2.    Modern
  • Untuk mencegah serangan penyakit digunakan fungisida/senyawa kimia pembasmi jamur/fungi. Misalnya, manzate, DIthane, Antracol, Cobox, dan Vitigran Blue.
  • Untuk pengendalian hama digunakan insektisida/senyawa kimia pembasmi serangga/insekta, yang berbentuk cairan yang disemprotkan.
Misalnya, Diazinon 60 EC, Baycard 500 EC, HOpcin 50 EC, Klitop 50 EC, Mipcin 50 WP, Azodrin 15 WSC,
Sedangkan yang berupa butiran adalah furadan 3G, Dharmafur, dan Curater.

1.    Ulat daun (prodenia litura)
Gejala tanaman jagung yang diserang hama ulat daun adalah sebagai berikut:
  1. Ulat dau menyerang bagian pucuk daun.
  2. Umur tanaman yang diserang ulat daun sekitar 1 satu bulan
  3. Daun tanaman bila sudah besar menjadi rusak.
Pencegahan dxengan penyemprotan insektisida folidol, basudin, diazinon dan agrocide dengan ukuran 1,5 cc dalam tiap 1 liter air.

2.    Lalat bibit
  1. Disebabkan oleh lalat bibit (Atherigona exigua)
  2. Gejala yang dialami tanaman jagung adalah ada bekas gigitan pada daun, pucuk daun layu, dan akhirnya tanaman jagung mati.
  3. Pengendalian dengan menghembuskan HCH 5% pada saat berumur 5 hari. Atau pengobatan dengan penyemprotan insektisida Hostathion 40EC, sebanyak 2cc tiap liter air dengan volume semprotan 100 liter tiap hektar lahan jagung.

3.    Ulat agrotis
  1. Gejala yang dialami pada bagian batang yang masih muda yaitu putus akhirnya tanaman jagung mati.
  2. Agrotis sp. Melakukan penyerangan pada malam dan siang hari. Ada 3 macam ulat grayak/agrotis ini, yaitu:
  • Agrotis segetum, yang berwarna hitam, sering ditemukan didaerah dataran tinggi.
  • Agrotis ipsilon, berwarna hitam kecoklatan, di temukan di daerah dataran tinggi dan rendah
  • Agrotis interjection, berwarna hitam, banyak terdapat di pulau jawa 
3. Pengendalian ulat ini dengan insektisida Dursban 20 EC, dengan dosis 2 ml tiap 1 liter air. Tiap hectare dapat digunakan 500 liter larutan

4.    Penggerek daun dan penggerek batang
  1. Bagian tanaman jagung yang diserang oleh ulat sesamia inferens dan pyrasauta nubilasis adalah ruas batang sebelah bawah dan titik tumbuh tunas daun tanaman jagung.
  2. Gejala tanaman menjadi layu.
  3. Penanggulangan dengan menggunakan insektisida Azodrin 15 WSC dengan dosis 30 liter dalam 10 liter air.

5.    Ulat tongkol (Heliothis armigera)
  1. Gejalanya dapat dilihat dengan adanya bekas gigitan pada biji dan adanya terowongan dalam tongkol jagung.
  2. Ulat tongkol menyerang/masuk dalam tanaman jagung melalui tongkol, baru memakan biji jagung.
  3. Pengendalian dengan penyemprotan menggunakan Furadan 3G atau dengan membuat lubang dekat tanaman, diberi insektisida dan ditutup lagi.
  4. Dosis yang digunakan 10 gram tiap meter persegi.
  5. Sebaiknya dilakukan pada saat tanaman jagung masih berbunga, jangan menjelang panen, sebab dapat membahayakan kita yang ikut mengkonsumsi jagung karena residu dari insektisida tersebut.
  6. Penyakit pada tanaman jagung, yaitu:

1.    Hawar daun atau karat daun
Penyakit hawar daun dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
a.    Hawar daun turcicum
  • Gejala penyakit ini berupa adanya bercak kecil berbentuk jorong, berwarna hijau kelabu. Lama kelamaan bercak menjadi besar dan berwarna coklat. Bentuk seperti kumparan, bila parah daun seperti terbakar.
  • Penyebab penyakit ini adalah Helminthos porrirum turcicum.

b.    Hawar daun maydis
  • Gejala yang dialami berupa bercak  coklat abu-abu pada seluruh permukaan daun.
  • Bila parah dapat sampai ke jaringan tulang daun yang akhirnya jaringan dapat mati.

c.    Hawar daun corbonum
  • Gejala berupa bercak coklat  muda kekuningan bersudut-sudut memanjang yang dapat menyatu dan mematikan daun.
  • Penyebabnya adalah cendawan Dreschslera zeicola yang tumbuh di daerah yang dingin, bersuhu rendah, lembab dan di daerah dataran tinggi.
  • Pengendalian dengan fungisida atau dengan thiram dan karboxin, serta dengan pengasapan atau perawatan suhu panas selama 17 menit dengan suhu 55 derajat celcius.

2.    Bulai
  • Penyakit bulai pada daun jagung disebabkan oleh cendawan  atau jamur sclerospora maydis
  • Gejala berupa daun tanaman jagung berwarna kuning keputih-putihan bergaris, sejajar dengan urat daun dan tampak kaku.
  • Pencegahan dengan pemberian Ridomil 35 SD pada benih agar tidak tumbuh jamur pada biji jagung.

Tanaman jagung yang mengalami kekurangan zat makanan akan mengalami berbagaib gangguan antara lain:

1.    Kekurangan nitrogen (N)
Akibat kekurangan unsure Nitrogen adalah tumbuhan menjadi kerdil, kurus, dan daun berwarna hijau kekuningan. Akibat yang paling parah tumbuhan jagung tidak berbuah.

2.    Kekurangan fosfor (P)
Kekurangan Fosfor juga menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daun agak ungu dan kaku. Pertumbuhan tongkol terganggu, sehingga barisan biji tidak teratur.

3.    Kekurangan kalium (K)
Gejala yang tampak adalah ujung bagian bawah daun menguning dan mati. Tumbuhan menghasilkan buah yang kecil dan ujungnya runcing.

4.    Kekurangan Kalsium (K)
Kekurangan kalsium menyebabkan daun mudanya tidak muncul dari ujung tanaman, daun agak kaku, berwarna kuning kehijauan dan kerdil.

5.    Kekurangan Magnesium (Mg)
Tanaman jagung yang kekurangan magnesium, biasanya kerdil, bagian atas daun berwarna kuning. Dengan bergaris-garis tak normal berwarna putih. Daun yang tua berubah warna menjadi ungu kemerahan pada bagian tepid an ujung daun.

6.    Kekurangan belerang (S)
Gejala yang tampak pada tanaman jagung yang kekurangan belerang adalah seluruh daunnya berubah warna menjadi kuning, baik dari daun yang muda sampai yang tua. Gejala lain adalah tubuh tanaman jagung menjadi kerdil dan tidak/terlambat berbunga.

7.    Kekurangan Seng (Zn)
Gelala penyakit ini dilihat setelah tanaman berumur 2 minggu yaitu pada tengah daun terdapat garis kuning sepanjang tulang daun, sedangkan bagian tepi daun tetap hijau

8.    Kekurangan zat besi (Fe)
Gejala penyakit ini dapat dilihat pada daun tanaman jagung bagian atasnya hijau pucat sampai putih di antara urat-urat daun.

9.    Kekurangan tembaga (Cu)
Gejala penyakit ini muncul dengan diawali mengeringnya daun termuda, kemudian tanaman jagung menjadi kerdil dan daun yang tua mati.
Gejala yang lain adalah batang jagung menjadi lunak sehingga mudah bengkok atau roboh terkena angin.
sozanolomendrofa.blogspot.com

Kamis, 20 Juni 2013

Dasar-dasar Agronomi

BAB I
PENDAHULUAN
PENGERTIAN DAN LINGKUP AGRONOMI

I.1 Pengertian
Agronomi dapat diistilahkan sebagai produksi tanaman, dan diartikan suatu usaha pengelolaan tanaman dan lingkungannya untuk memperoleh hasil sesuai tujuan. Ada dua tujuan, yaitu memaksimalkan output atau meminimalkan input agar kelestarian lahan tetap terjaga.
Pada awal kehidupan manusia di bumi, hanya hidup dari mencari makan dari hasil hutan secara langsung. Perkembangan berikutnya, semakin banyak anggota kelompoknya, lalu ada tempat untuk menetap dan mulai bercocok tanam di lahan sekitar tempat tinggalnya dan mulai memelihara ternak dan terbentuklah pekarangan.
Setelah itu, berkembang untuk membuka lahan di hutan untuk bercocok tanam, sehingga hanya dapat ditanami beberapa tahun lalu pindah tempat, sering dikenal dengan lahan berpindah.
Semakin bertambahnya penduduk, sistem-sistem tersebut tidak dapat dipertahankan, lalu berusaha untuk tetap mempertahankan tingkat kesuburan tanahnya dan mulai dikenal teknik budidaya (agronomi).
Ketidakseimbangan penambahan jumlah penduduk dibanding penambahan hasil pangan menjadi persoalan yang dipelajari oleh bidang Agronomi. Antara lain usahanya dengan perluasan lahan, penggunaan varietas unggul, peningkatan manajemen dalam berbagai tindak agronomi dan pelaksanaanya.

I.2  Lingkup Agronomi
Sejak dari bidang pemuliaan, sampai pengelolaan tanaman dan hal sangat luas, sejak benih tumbuh sampai pengelolaan lingkungannya.

BAB II
TANAMAN PERTANIAN, PENGERTIAN PERTANIAN
PERKEMBANGAN PERTANIAN , DEFINISI AGRONOMI
DAN SISTEM PERTANIAN DI INDONESIA

II.1  Tanaman Pertanian
Tanaman sebagai penghasil bahan pangan, bahan sandang, bahan bangunan, bahan bakar dan lain-lain.
Tanaman pertanian dalam arti luas adalah segala tanaman yang digunakan oleh manusia untuk tujuan apapun (Setyati, 1982)
Sehingga mempunyai makna, yang berguna secara ekonomi maupun kehidupan manusia. Jumlah spesies sangat banyak ± 1000 -2000. Kira-kira 10 % penting di perdagangan dunia.
Khusus untuk penghasil pangan lada 15 spesies.

II.2  Pengertian Pertanian
        Salah satu sektor perekonomian adalah pertanian, yang merupakan penerapan akal dan karya manusia melalui pengendalian proses produksi biologis tumbuh-tumbuhan dan hewan, sehingga lebih bermanfaat bagi manusia.
Tanaman dapat diibaratkan sebagai pabrik primer karena dengan memakai bahan dasar langsung dari a1am dapat menghasilkan bahan organik yang bermanfaat bagi manusia baik langsung maupun tidak langsung.

II.3  Perkembangan Pertanian
Perkembangan pertanian berhubungan erat dengan perkembangan dari setiap kondisi masyarakatnya.
Contoh:
1.       Primitif masih dengan sistem berburu dengan mengumpulkan hasil hutan.
2.   Masyarakat yang sudah lebih maju misalnya didapatkannya api berpengaruh         terhadap perkembangan pertanian.
3.  Setelah mengenal manajemen sederhana, juga berpengaruh dalam usaha peningkatan kualitas tanaman dan hewan, dimulai dari penjinakan, seleksi dan sampai ke adaptasi.

II.4  Definisi dan Pengertian Agronomi
Sadjad (1976) Agronomi sebagai cabang ilmu-ilmu pertanian yang mencakup pengelolaan lapang produksi dan menghasilkan produksi maksimum.
Setyati (1982) Ilmu Agronomi merupakan ilmu yang mempelajari cara pengelolaan tanaman pertanian dan lingkungannya untuk memperoleh produksi maksimum.
Produksi maksimum bermaknabaik kuantitatifmaupun kualitatif.
Pengelolaan dilakukan pada berbagai tingkatan dari sederhana sampai maju, dan pada saatnya tingkat efektivitas dan efisiensi temyata dipengaruhi oleh tingkat budaya manusianya.

II.5  Sistem Pertanian di Indonesia
        Berdasar tingkat efisiensi teknologi yang diterapkan, ada beberapa sistem :
1.    Sistem ladang : belum berkembang, pengelolaan sangat sedikit,  produktivitasnya tergantung lapisan humus awal.
2.    Sistem tegal pekarangan : di lahan kering , pengelolaannya masih rendah ,
                    terdapat tanaman campuran, baik tahunan maupun musiman.
3.    Sistem Sawah : teknik budidaya tinggi , sistem pengelolaan yang sudah
                   baik (tanah , air dan tanaman), stabilitas kesuburannya lebih baik.
4.    Sistem perkebunan : khusus tanaman perkebunan yang menghasilkan bahan-bahan yang dapat diekspor, tingkat manajemen sudah maju.


BAB III
PANGAN DAN KEBUTUHAN MANUSIA
III.1  Pengertian Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air , baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman ( UU RI No. 7 th.1996 tentang Pangan ). Dan gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tanamannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
Bagi tumbuhan, pangan disintesis sendiri dengan energi sinar matahari, mikro organisme hanya memerlukan sumber energi yang sederhana. Untuk hewan memerlukan pangan antara lain berupa tanaman dalam bentuk molekul yang komplek.
Kekurangan pangan, dapat menimbulkan akibat yang sulit ditoleransi, terutama pada anak-anak balita sehingga masalah pangan menjadi sangat penting dan menentukan tingkat kesehatan (fisik, mental, sosial).
Kekurangan pangan di Indonesia muncul dalam bentuk: (1) Kekurangan kalori-protein (KKP); (2) Kekurangan vitamin A; (3) Gondok endemik dan kretinin;             (4) Anemia gizi (kekurangan zat besi).
Kekurangan pangan dan gizi, terutama pada balita dapat menurunkan kualitas manusianya, sehingga kualitas SDM dapat sangat terbatas.
Kebijakan pemerintah yang semula dengan program B1MAS, INMAS, INSUS, kemudian SUPRA INSUS ; Peningkatan nilai gizi konsumsi pangan melalui pogram perbaikan menu makanan rakyat (PMMR) serta penganekaragaman bahan makanan yang bergizi.
Setelah adanya UU RI No. 7 th.1996 tentang Pangan, Pemerintah mengenai pangan dicanangkan dengan program ketahanan pangan yang mempunyai makna : Suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman merata dan terjangkau.
 
III.2  Kebutuhan Kalori Bagi Manusia
Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
Kebutuhan pangan bagi manusia, sebetulnya sukar ditentukan dan sangat tergantung pemilihan bahan jumlah dan kondisinya.
Tingkat efisiensi dalam tubuh sangat tergantung komposisi, sistem pencernaan, ukuran tubuh, jenis pekerjaan, umur juga tingkat kesehatan manusianya.
Di Indonesia saat ini menetapkan ketahanan pangan sebagai programnya yang bertujuan : (1) Menjamin ketersediaan pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan; (2) Harga terjangkau bagi setiap keluarga; (3) Dengan memperhatikan pendapatan petani, peternak dan nelayan.
Kebutuhan manusia akan menu pangan tergantung antara lain pada umur, misalnya: (1) Balita membutuhkan menu yang berkualitas tinggi dengan kuantitas yang cukup; (2) Manusia usia efektif memerlukan menu berkualitas cukup dengan kuantitas sesuai dengan pekerjaannya; (3) Manula kebutuhan menu disesuaikan kondisinya.
Visi program ketahanan pangan: (1) Ketersediaan pangan yang cukup, merata, aman, dan terjangkau; (2) Optimasi sumber daya domestik melalui intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi; (3) Pengolahan pangan (agroindustri) agar pendapatan meningkat; (4) Sistem distribusi pangan; (5) Keanekaragaman pangan; (6) Taraf hidup meningkat.
Program BIMAS, INMAS, INSUS, SUPRA INSUS dan yang terakhir SUPRA INSUS + CORPORATE FARMING telah berhasil mewujudkan swasembada beras tahun 1984 namun mengalami fluktuasi sampai dewasa ini.
Penyebab fluktuasi tersebut antara lain: (1) Iklim; (2) Organisme Pengganggu Tanaman (OPT); (3) Bencana alam; (4) Krisis moneter; (5) Lahan produktif yang menurun; (6) Penerapan teknik budidaya yang belum ramah lingkungan; (7) Seringkali kurang adanya keperpihakan pada petani.
Permasalahan umum yang dihadapi antara lain: (1) Jumlah penduduk masih meningkat; (2) Masih ada alih fungsi tanah produktif di Jawa; (3) Bergesernya konsumsi dari beras ke non beras; (4) Tuntutan kualitas dan kuantitas lebih besar;   (5) Rusaknya keseimbangan hayati; (6) Makin menyempitnya areal hutan terutama di Jawa.
 
BAB IV
ENERGI DAN PRODUKSI PERTANIAN
Pertanian pada dasamya berhubungan dengan perubahan energi matahari ke dalam bentuk bahan pangan maupun serat.
 
IV.1  Penggunaan energi untuk kegiatan tanaman
Energi matahari merupakan sumber utama hubungannnya dengan pertumbuhan tanaman, sembilan puluh persen bahan kering tanaman pertanian berasal dari perubahan carbon melalui proses fotosintesis yang tergantung cahaya.
Belakangan ini banyak ahli biologi yang mencoba menghitung produktivitas tanaman dengan memperhatikan penangkapan energi matahari dan pengubahannya ke energi kimia melalui proses fotosintesis.
Bahan dan hasil akhir proses fotosintesis ditulis sebagai berikut:
                   (energi cahaya 673.000 kalori + klorofil)
6 CO2 + 12 H2O                                                    C6H12O6 + 6 O2 + 6 H2O
Energi cahaya matahari yang digunakan berasal dari panjang gelombang   0,4 - 0,7 mikron.
Efisiensi fotosintesis dipengaruhi oleh laju fotosintesis.
Laju fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya cahaya sampai batas-batas tertentu, walaupun laju fotosintesis meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya, tetapi peningkatannya lambat sehingga efisiensi penangkapan cahaya menurun.  Apabila intensitas cahaya tinggi secara relatif lebih banyak cahaya tegak yang dipantulkan oleh daun-daun. Masuknya cahaya ke tajuk tanaman dipengaruhi oleh sudut datangnya sinar dan susunan daun, tajuk yang ideal untuk distribusi cahaya mempunyai susunan daun merata, pada bagian atas tajuk mempunyai daun-daun lebih tegak dan lebih kecil sedang daun-daun bawah tersusun secara horizontal.
 
IV.2 Konsep aliran energi dalam pertanian
Dengan menganggap tanaman sebagai alat penangkap, perubah dan penyimpan energi, maka timbul usaha menaikkan efisiensi dan produktivitas tanaman.
Didaerah yang padat tanaman, beberapa faktor lingkungan segera menjadi berkurang, cahaya, kelembaban tanah dan unsur hara. Hal ini merupakan faktor pembatas dalam pertanian, pemupukan merupakan salah satu cara yang baik untuk meningkatkan produksi.
Efisiensi pertanian dapat diperoleh dengan pcrbaikan tanaman melalui pemuliaan tanaman.
Salah satu usaha untuk memperluas alat penangkap energi dengan memperpanjang musim tanam misalnya menggunakan rumah kaca untuk tanaman yang memungkinkan input teknologi dan modal besar seperti tanaman hortikultura di daerah iklim sedang.
Usaha mempengaruhi laju fotosintesis dengan cara pertukaran CO2 antara dedaunan dan atmosfer di sekitarnya. Di wilayah yang sebelumnya angin kurang diperhatikan, hasil jagung dapat ditingkatkan bila barisan tanaman diarahkan tegak lurus arah angin, sehingga pucuk tanaman tertiup angin dan terjadi perputaran dan pencampuran udara.


BAB V
STRUKTUR MORFOLOGI DAN FUNGSI TANAMAN
Tanaman biasanya terdiri dari bagian akar yang berada di bawah permukaan
tanah dan pucuk (shoot) yang berada di atas tanah.
 
V.1  Akar
Akar biasanya 1/3 berat kering seluruh tubuh tanaman. Akar beradaptasi untuk tugasnya yaitu absorbsi, pengukuhan tegaknya tanaman dan tempat penyimpan. Percabangan akar komplek dan tidak teratur karena tidak berbuku serta permukaannya luas.
Bila akar primer menjadi akar utama disebut akar tunggang dan bila akar primer berhenti tumbuh digantikan akar adventif membentuk akar serabut. Umumnya tanaman dengan sistem akar serabut, berakar dangkal dan peka terhadap kekeringan tetapi responnya cepat terhadap variasi pemupukan.
Spesies tanaman tertentu akarnya membesar dan berdaging sebagai hasil penyimpan pangan dalam bentuk pati dan gula.
 
V.2  Pucuk
Pucuk (Shoot) merupakan sumbu  tengah dengan embelan-embelan. Batang (sumbu tengah) yang menyokong dedaunan yang menghasilkan pangan
dan menghubungkan akar yang mengabsorbsi air dan hara.
Bentuk tanaman tegak dan batang kaku yang memiliki satu titik tumbuh aktif dianggap bentuk normal, sedang bentuk lain dianggap penyimpangan. Modittkasi batang, hal ini sangat berbeda dari morfologi aslinya, tetapi struktumya masih seperti batang yaitu memiliki buku, daun (atau struktur seperti sisik dan berfungsi dalam pengangkutan dan penyimpanan, modifikasi batang diatas tanah (crown, spur) dan dibawah tanah ( bulb, corn, rhizome, tuber, dsb). Banyak modifikasi ini berisi sejumlah cadangan makanan yang penting untuk pembiakan tanaman.                                                       
Kuncup (tunas = bud) yaitu batang yang bersifat embrionik. Kuncup merupakan sumber potensial bagi pertumbuhan selanjutnya. Kuncup dapat menghasilkan daun, bunga atau keduanya disebut kuncup daun, kuncup bunga dan keduanya.
Daun pada tanaman tingkat tinggi merupakan alat fotosintesis, lembaran daun merupakan embelan pipih pada batang sehingga memperluas permukaan untuk absorbsi cahaya. Struktur anatomi sistem pembuluh dalam daun terdiri dan urat daun yang bercabang-cabang, percabangan urat daun pada dikotyl seperti jala sedang pada monokotyl sejajar.
Bunga menunjukkan baik struktur maupun ukurannya. Sepal (calyx) yaitu kelopak bunga yang menutupi bunga sewaktu masih kuncup. Petal (Corolla) yaitu mahkota bunga.
Stamen yaitu alat reproduksi jantan tersusun dari anther yang berisi tepung sari. Tepung sari dewasa dikeluarkan lewat dinding anther yang pecah.
Pistil (terdiri dari satu atau beberapa carpel ) yaitu alat reproduksi betina, biasanya mengandung ovule dan ovary yang mendukung style yang pucuknya membesar disebut stigma. Ovule akan berkembang menjadi biji sedang ovary dewasa menjadi buah.
Bunga yang terdiri dari Sepal, Petal, Stamen dan Fistil disebut bunga lengkap.
Buah secara botani menunjukkan ovary dewasa dan bagian lain dari bunga yang berhubungan dengannya. Pengelompokkan buah dapat menurut jumlah, dinding ovary yang terdapat dalam struktur tersebut.
Buah tunggal, tersusun dari ovary tunggal. Dinding ovary atau Pericarp terdiri dari Rxocarp (terluar), Mesocarp (tengah), Endocarp(terdalam).
Buah tunggal bila seluruh pericarpnya berdaging disebut buah berry atau  buahberi.
Buah berry yang kulit luarnya keras (exocarp) disebut Pepo
Buah tunggal berdaging yang memiliki endocarp seperti batu dikenal sebagai drupe atau buah batu.
Buah kering yaitu buah yang seluruh kulitnya menjadi kering dan keras sewaktu masak, buah kering yang kulitnya merekah waktu masak misalnya Polong pada legume, buah kering yang pericarpnya menjadi satu dengan biji disebut caryopsis.
Buah majemuk, berasal dari bunga yang memiliki banyak Fistil pada Receptacle yan sama. Buah individual dari buah majemuk pada arbei (strobery), bagian berdaging yang dimakan yaitu Receptaclenya.

V.3 Biji
Biji pada hakekatnya tanaman mini dalam keadaan perkembangan terkekang. Biji yaitu ovule yang masak mengandung embrio dan cadangan makanan dengan integument terdiferensiasi menjadi testa.
Kebanyakan biji mengandung suplai makanan yang berasal dari jaringan endosperm (jagung) dan pada yang lain kotiledon bertindak sebagai alat penyimpan makanan.
Perkecambahan biji menunjukkan perubahan pertumbuhan terkekang menjadi pertumbuhan aktif.

BAB VI
PERTUMBUHAN , PERKEMBANGAN TANAMAN
DAN FAKTOR LINGKUNGAN
IV.1  Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan menunjukkan pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat balik yang mencerminkan pertambahan protoplasma mungkin karena ukuran dan jumlahnya bertambah.
Pertambahan protoplasma melalui reaksi dimana air, C02, dan garam-garaman
organik dirubah menjadi bahan hidup yang mencakup; pembentukan karbohidrat (proses tbtosintesis), pengisapan dan gerakan air dan hara (proses absorbs dan translokasi), penyusunan perombakan protein dan lemak dari elemen C dari persenyawaan organik (proses metabolisme) dan tenaga kimia yang dibutuhkan didapat dari respirasi.
 
IV.2  Perkembangan Tanaman
Perkembangan mencakup diferensiasi sel dan ditunjukkan oleh perubahan yang lebih tinggi menyangkut spesialisasi anatomi dan fisiologi.
Perkembangan dari tanaman bersel banyak, terlaksana dengan proses mitosis, sel-sel tertentu berperan dalam mengatur diferensiasi, pengaturan ini berlangsung dengan media "utusan kimia" yang ditunjukkan oleh pengatur pertumbuhan.   
Pengatur pertumbuhan adalah zat organik yang keaktifannya jauh berlipat seperti hormon yang dikenal adalah auksin, giberelin, dan citokinin. Perpanjangan sel, contoh dari diferensiasi anatomi yang secara langsung dipengaruhi oleh konsentrasi auksis, fototropisme, pembengkokan ke arah cahaya dari kecambah akibat penyebaran auxin yang tidak merata dan penghambatan sintesa auxin pada titik tumbuh oleh cahaya. Dominasi pucuk yaitu  penghambatan pada pertumbuhan tunas dibawahnya, nampaknya merupakan fungsi dari distribusi auxin.
Giberelin ditemukan dari studi mengenai pertumbuhan yang berlebihan dari padi yang diserang suatu jenis cendawan.
      Pengaruh pertumbuhan pada banyak tipe tanaman roset. Pemberian sedikit saja mengubah tipe semak ke tipe menjalar, pengaruh proses perkembangan terutama yang dikendalikan oleh suhu dan cahaya termasuk dormansi biji.
      Sitokinin kelompok zat kimia yang mempengaruhi pembelahan sel. Kebanyakan sitokinin adalah purin. Banyak kinin ditemukan dalam penelitian menyangkut kultur jaringan. Sel-sel yang sudah tidak membelah, bila diberi kinetin dapat membelah lagi. Kinin dan auksin berinteraksi dalam mempengaruhi diferensiasi. Konsentrasi auksin tinggi dan kinin rendah menimbulkan perkembangan tunas. Sitokinin terdapat dalam buah dan biji (misalnya endosperm jagung dan air kelapa)
 
IV.3  Fase -fase pertumbuhan dan karbohidrat
Fase vegetatif; terutama perkembangan akar, batang dan daun. Fase ini berhubungan dengan 3 proses : pembelahan sel, perpanjangan sel dan tahap pertama diferensiasi.
      Pembelahan sel, memerlukan karbohidrat dalam jumlah besar, karena dinding sel terbentuk dari selulosa dan protoplasmanya dari gula. Pembelahan sel terjadi dalam jaringan merismatis pada titik tumbuh batang daun ujung akar dan kambium.
Perpanjangan sel terjadi pada pembesaran sel, proses ini membutuhkan;       (1) Pemberian air; (2) Hormon untuk merentangkan dinding sel; (3) Tersedianya gula.
Fase reproduktif: terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup bunga, buah dan biji atau pada pembesaran dan pendewasaan struktur penyimpan makanan.
Fase ini berhubungan dengan proses: (l) Pembelahan sel relatif sedikit;        (2) Pendewasaan jaringan; (3) Penebalan serabut; (4) Pembentukan hormon untuk perkembangan kuncup bunga; (5) Perkembangan kuncup bunga, buah dan biji serta alat penyimpan; (6) Pembentukan koloid hidrofilik.
Fase reproduktif ini memerlukan suplai karbohidrat, sehingga karbohidrat yang digunakan untuk perkembangan akar, batang, dan daun sebagian disisakan untuk perkembangan bunga, buah dan biji serta alat penyimpan.
Perimbangan rase vegetatif, reproduktif dan tipe pertumbuhan.
Umumnya semua tanaman memerlukan dominansi dari fase vegetatif selama tahap semai. Setelah tahap ini, dapat dibedakan ke dalam 3 kelompok:
a.  Tanaman berbatang basah yang memerlukan dominansi fase vegetatif
     selama tahap pertama hidupnya dan dominansi fase reproduktif selama
     masa akhir hidupnya.
b.  Tanaman berbatang basah yang tidak memerlukan dominansi dari kedua
     kedua fase vegetatif maupun reproduktif
c.  Tanaman berkayu yang memeriukan dominansi fase vegetatif selama
     tahap pertama tiap musim dan dominansi fase reproduktif selama bagian
     akhir musim.
 
IV.4  Faktor Lingkungan Dalam Kehidupan Tanaman
      Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman ialah faktor tanah, suhu, dan cahaya.
      Peranan tanah tergantung pada kondisi mineral organik, bahan organik tanah, organisme tanah, atmosfer tanah dan air tanah. Dalam hal ini tingkat kesuburan tanah (kimiawi, fisik, dan biologis) sangat menentukan pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman.
      Peranan suhu sebagai pengendali proses-proses fisik dan kimiawi yang selanjutnya akan mengendalikan reaksi biologi dalam tubuh tanaman. Misalnya suhu menentukan laju difusi dari gas dan zat cair dalam tanaman. Kecepatan reaksi kimia sangat dipengaruhi suhu, suhu makin tingg dalam batas tertentu reaksi makin cepat. Disamping itu suhu juga berpengaruh pada kestabilan sistem enzim.
      Cahaya matahari sebagai sumber energi primer di muka bumi, sangat menentukan kehidupan dan produksi tanaman. Pengaruh cahaya tergantung mutu berdasarkan panjang gelombang (antara panjang gelombang 0,4 – 0,7 milimikron). Sebagai sumber energi  pengaruh cahaya ditentukan oleh intensitas cahaya maupun lama penyinaran (panjang hari). Reaksi cahaya dari tanaman (fotosintesis, fototropisme, dan fotoperiodisitas) didasarkan atas reaksi fotokimia yang dilaksanakan oleh sistem pigmen spesifik.


BAB VII
PEMBIAKAN TANAMAN

        Tanaman perlu pembiakan dalam rangka mempertahankan jenisnya dan peningkatan produksinya. Ada dua cara pembiakan tanaman ialah: (1) Secara generatif/reproduktif (secara kawin) dengan menggunakan benih (biji yang memenuhi persyaratan sebagai bahan tanaman; (2) Secara vegetatif (secara tak kawin) dengan menggunakan organ vegetatif.
 
VII.1  Pembiakan Generatif
        Pembentukan biji melalui proses penyerbukan (jatuhnya tepung sari pada kepala putik) kemudian dilanjutkan dengan pembuahan (peleburan antara gamet jantan dari tepung sari dan gamet betina dari putik).
        Dalam kontek  agronomi, benih sebagai bahan tanaman merupakan biji yang diproduksi, diproses, dan diuji dengan metode standar sehingga memenuhi persyaratan sebgai bahan tanaman. Peran teknologi benih (merupakan rangkaian kegiatan sejak produksi, pemanenan, pengeringan, pengolahan/prosesing, pengujian sampai dengan sertifikasi benih) sangat strategis dalam rangka penyediaan benih bermutu dalam jumlah dan saat yang dibutuhkan.
        Sungguh disayangkan di Indonesia sampai dewasa ini perhatian sebagian besar masih terbatas pada benih ortodok, sedangkan perhatian pada benih rekalsitran masih reatif terbatas. Padahal mengingat keanekaragaman tanaman buah-buahan tropik yang ada, sangat potensial untuk dikembangkan.

VII.2  Pembiakan Vegetatif
        Cara pembiakan vegetatif meliputi: (1) Secara alami dengan penggunaan biji apomiktik (terbentuk tanpa pembuahan dan merupakan bentuk vegetatif) dan penggunaan organ-organ khusus tanaman (hasil modifikasi batang atau akar, misalnya: bulb, tuber, rhizome, dll); (2) Secara buatan dengan stimulasi akar dan tunas adventif ialah ”layerage”, ”cuttage”, atau setek, penyambungan tanaman dan kultur jaringan.
        Pada ”layerage” stimulasi saat organ vegetatif masih bersatu dengan tanaman, misalnya, ”layerage” di atas tanah (cangkokan). Stimulasi pada setek saat organ vegetatif sudah dipisahkan dari tanaman, misalnya setek akar, setek batang, setek daun, dan setek tunas/mata tunas.
Pengertian penyambungan adalah menyambung suatu bagian tanaman (pupuk/mata tunas) pada bagian tanaman lain sehingga menyatu dan tumbuh menjadi tanaman baru. Penyambungan tanaman bisa dalam bentuk ”grafting” (batang atas berupa pucuk), ”budding atau okulasi” (batang atas berupa mata tunas), susuan (saat penyambungan batang bawah dan atas masih pada tanaman masing-masing.
Salah satu keuntungan penyusuan tanaman adalah tingkat keberhasilannya lebih tinggi. Dibandingkan pada ”grafting” dan okulasi. Disamping itu daya adaptasi tanaman batang atas dapat lebih luas. Dibanding tanda batang bawah spesies tanaman lain. Apabila dalam budidaya tanaman ada kesulitan dalam menggunakan benih dan berbagai cara perbanyakan vegetatif, maka penggunaan bibit dari kultur jaringan dianggap jalan keluar yang perlu ditempuh.


BAB VIII
TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN
Agronomi merupakan istilah yang tidak asing lagI di bidang pertanian. Istilah itu belakangan ini diartikan sebagai usaha dalam membudidayakan tanaman-tanaman pertanian atau sering disebut dengan budidaya pertanian. Dalam membudidayakan tanaman yang di dasar ialah produksi yang tinggi baik mutu maupun jumlahnya.
Dalam rangka mendapatkan produksi tinggi (jumlah dan mutu) perlu penerapan yang dikenal dengan panca usaha tani yang meliputi: (1) penyediaan bahan tanaman (benih/bibit) bermutu tinggi yang berasal dari klon/kultivar unggul; (2) pengolahan tanah; (3) pengairan; (4) pemupukan; (5) perlindungan tanaman.
 
VIII.1  Penyediaan Bahan Tanaman Bermutu Tinggi
Bahan tanam (benih/bibit yang bermutu tinggi) sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil panen yang tinggi. Bahan tanam merupakan suatu awal keberhasilan suatu proses produksi. Tidak ada gunanya kita memupuk, menyiangi dan menyiram apabila bahan tanamannya tidak bermutu tidak akan dapat diperoleh hasil panen yang maksimum.
Benih yang berkualitas adalah yang mempunyai sifat-sifat antara lain tingkat kemurnian genetik dan fisik yang tinggi, sehat dan kadar air aman dalam penyimpanan.
Kultivar unggul diperoleh dengan cara seleksi mutasi maupun persilangan antara tetua yang mempunyai sift-sifat genetik unggul.
Penggunaan kultivar unggul introduksi dari luar negeri, perlu diperhatikan  masalah adaptasinya. Yang ideal sifat-sifat unggul dari luar negeri dikombinasikan sifat unggul nasional/lokal, akan memperkaya plasma nutfah di dalam negeri.
Pemanfaatan kultivar unggul lokal yang sudah teruji daya adaptasinya, akan mendukung pelestarian dan pengembangan plasma nutfah dan merupakan salah satu faktor pendukung terwujudnya pertanian berkelanjutan. Kultivar unggul pada umumnya memerlukan unsur hara yang banyak, agar dapat memberikan hasil sesuai potensinya. Yang perlu segera dikembangkan adalah kultivar-kultivar unggul hemat unsur hara (tidak manja). Dengan demikian akan menghemat sumber daya alam bahan pupuk.
 
VIII.2  Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan: untuk menyediakan lahan agar siap bagi kehidupan tanaman dengan meningkatkan kondisi fisik tanah. Karena tanah merupakan faktor lingkungan yang mempunyai hubungan timbal balik dengan tanaman yang tumbub padanya.
Faktor lingkungan tanah meliputi:
*   Faktor fisik (air, udara, struktur tanah serta suhu)
*   Faktor kimiawi (kemampuan tanah dalam menyediakan nutrisi)
*   Faktor biologis (makro/mikro flora dan makro/mikro fauna)
        Pelaksanaan pengolahan tanah pada prinsipnya adalah tindakan pembalikan, pemotongan, penghancuran, dan perataan tanah. Struktur tanah yang semula padat diubah menjadi gembur, sehingga sesuai bagi perkecambahan benih dan perkembangan akar tanaman. Bagi lahan basah sasaran yang ingin dicapai adalah lumpur halus, yang sesuai bagi perkecambahan benh dan perkembangan akar tanaman. Alat pengolahan tanah mulai yang tradisional sampai modern (mekanisasi).
        Berdasarkan tingkat intensifitasnya ada beberapa pengolahan tanah:
1.    Pengolahan tanah O (Zero Tillage) sering disebut Tanpa Olah Tanah (TOT). Penaburan benih kedelai pada lahan sawah bekas padi tanpa pengolahan tanah terlebih dulu, untuk memanfaatkan kelembaban tanah.
2.    Pengolahan tanah minimum (Mimimum Tillage). Bagian tanah yang diloah hanya pada calon zona perakaran dengan kelembaban dan suhu yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3.    Pengolahan tanah optimum (Optimum Tillage). Pengolahan hanya dilakukan pada lajur tanaman saja (sistem Reynoso untuk tanaman tebu).
4.    Pengolahan tanah maksimum (Maximum Tillage). Pengolahan secara intensif seluruh areal pertanahan menjadi gembur dan permukaan tanah rata.
Makin minim (tidak intensif) cara pengolahan tanah, akan makin mampu menangkal erosi. Dengan demikian makin mendukung kelestarian kesuburan tanah disamping lebih menghemat biaya dan waktu.

VIII.3  Pengairan
        Pengairan mengandung arti memanfaatkan dan menambah sumber air dalam tingkat tersedia bagi kehidupan tanaman. Apabila air terdapat berlebihan dalam tanah maka perlu dilakukan pembuangan (drainase), agar tidak mengganggu kehidupan tanaman.
        Pengairan pada tanaman dapat dilakukan dengan cara: (1) Pengairan di atas tanah; (2) Pengairan di dalam tanah (sub irrigation); (3) Pengairan denagn penyemprotan (sprinkler irrigation); dan (4) Pengairan tetes (drip irrigation).     
Pengairan permukaan menggunakan selokan dengan aliran lambat agar tidak terjadi erosi berat. Penggenangan kontur dilakukan bila tanah cukup kemiringannya, sehingga terjadi genangan yang bertingkat tingginya karena dibatasi dengan galengan yang bertahap dan teratur. Laju pemberian air hendaknya berkesinambungan dengan bagian tanah yang dapat menyerapnya, oleh karenanya frekuensi pengairan akan efektif bila diberikan sebelum kelembaban tanah menjadi penghambat pertumbuhan tanaman.
Dalam keadaan tanah kering maka pemberian air dapat berjumlah lebih banyak dibanding pada tanah basah. Tanah yang memperoleh air pengairan, maka air dapat masuk ke dalam tanah (inflitrasi) dan air dapat lalu lewat tanah itu (perkolasi). Dalam air pengairan dikenal istilah air bebas yaitu air yang tidak diikat dan lalu dengan bebas kebawah karena gaya gravitasi. Bila sebagian air tetap didalam pori-pori tanah maka disebut air kapiler yang terikat dalam pori tersebut oleh tekanan permukaan dan daya adesinya. Air kapiler dan air bebas ini keduanya dapat dipergunakan oleh tanaman. Penggunaan air tersebut juga tergantung dari banyaknya akar, dan laju pengambilan air meningkat dengan makin meningkatnya kekeringan.
Mengingat makin terbatasnya sumber air, maka langkah-langkah penghematan (peningkatan keefisienan) penggunaan air dalam budidaya tanaman, perlu dilakukan secara simultan dan terus menerus. Langkah-langkah tersebut antara lain melalui pergiliran tanaman (padi dan palawija/sayuran di lahan sawah), pemanfaatan mulsa (diutamakan mulsa organik) di laahn kering pada musim kemarau, sistem tanpa olah tanah (TOT) di akhir musim hujan, pemanfaatan air tanah, penerapan pengairan tetes, dll. Dengan langkah-langkah tersebut kelestarian sunber daya alam air akan lebih terjamin.
 
VIII.4  Pemupukan
        Tujuan pemupukan adalah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil tanaman. Pemupukan diberikan pada saat tanaman menunjukkan sejumlah kebutuhan unsur hara agar diperoleh keefisienan yang maksimal.
        Pemberian pupuk padat dilakukan dengan cara ditugal, disebar di atas tanah atau di sebelah tanaman, sedangkan pemberian pupuk daun.
        Dengan cara menyemprotkan pada daun, bersama air disemprotkan sebagai perlakuan tambahan. Pemupukan secara disebar mempunyai kelemahan bahwa pupuk mudah menguap ataupun terikat dalam tanah. Sebenarnya tanah merupakan sumber unsur-unsur hara. Suatu hasil yang tinggi dari tanaman akan mengangkut keluar unsur lebih banyak daripada tanaman yang berdaya hasil rendah.
        Unsur-unsur esensial yaitu unsur penting bila ditiadakan maka pertumbuhan tanaman dapat terhenti. Pada saat kekurangan nampak gejala defisiensi, dan fungsi unsur tertentu tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Unsur esensial makro ialah unsur penting yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak agar siklus hidupnya tidak terhenti seperti N, P, K, Ca, Mg, H dan O, sedangkan unsur esensial mikro ialah
unsur penting yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit agar siklus hidupnya tidak terhenti, meliputu Fe, Mn, Zn, Cu, Cl, Mo dan B.
        Konsekuensi penggunaan kultivar unggul berpotensi hasil tinggi (terutama kultivar ”manja”) adalah pemberian pupuk dalam jumlah banyak. Apabila yang digunakan pupuk anorganik dan diberikan terus-menerus tanpa diimbangi pupuk organik, maka akan menyebabkan kerusakan fisik dan keseimbangan hayati tanah. Kesehatan dan produktivitas tanah cenderung menurun sehingga menjadi kendala terwujudnya pertanian berkelanjutan.
        Dalam rangka melestarikan kesuburan tanah (kimiawi, fisik dan hayati) dan mencegah pencemaran air tanah, maka sistem pemupukan hayati perlu ditingkatkan dan dikembangkan karena efeknya yang ramah lingkungan. Pendekatannya dengan pemanfaatan input lokal (pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk kascing, pupuk guano, dll) dan input luar yang ramah lingkungan misalnya pemanfaatan bakteri Rhizobium (pada kacang-kacangan), cendawan Micoriza (pada padi-padian) dan pupuk organik cair.

Peletakan Pupuk
Pupuk Nitrogen yang dalam bentuk mudah larut, perlu diletakkan dekat dengan biji tanaman sebagai pemacu tumbuh. Bila pemberian secara sebar maka kemungkinan penguapan cukup besar dan dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan gulma. Pada tanah basah yang memudahkan pupuk N mudah menguap maka dapat diatasi dengan peletakan yang agak dalam.
Pupuk Fosfor, yang diberikan dalam bentuk fosfat dapat larut dalam air tanah asam merupakan pemupukan yang cukup efisien bila diberikan secara jalur.
Pupuk Kalium, peletakan yang terlalu dekat dari pupuk kalium khiorida akan menyebabkan kerusakan asmotik pada biji tanaman.
Pupuk Daun, pada umumnya diberikan bagi pupuk yang mengandung unsur mikro seperti Fe, Cu dan Mn. Namun penyemprotan pupuk N juga dilakukan pada tanaman yang sudah tumbuh lanjut.
 
VIII.5  Perlindungan Tanaman
        Pada budidaya tanaman faktor organisme pengganggu tanaman (OPT) baik berupa hama (insekta, tikus, burung jenis tertentu, dll) dan mikroba penyebab penyakit (cendawan, bakteri, virus) sebagai perusak (secara fisik, kimiawi, dan biologik) maupun gulma sebagai kompetitor tanaman (persaingan dalam mendapatkan unsur hara, air, energi cahaya matahari, CO2, O2, ruang hidup) disertai zat allelopati yang dikeluarkannya, sangat menentukan tingkat produksi dalam jumlah maupun mutu. Tingkat dampak gangguan pada tanaman sejak yang paling ringan berupa hambatan pertumbuhan/perkembangan, penurunan produk (jumlah dan mutu), kerusakan fatal sehingga gagal panen (ledakan hama tikus di era enam puluhan dan hama wereng di era tahun tujuh puluhan pada tanaman padi) bahkan kematian total tanaman (ledakan hama kutu loncat pada lamtoro local di era tahun delapan puluhan).
        Kejadian tersebut di atas minimal suatu ilustrasi tentang besarnya tingkat gangguan pada keseimbangan hayati di alam, sehingga populasi musuh alam (antara lain predator dan parasit) sudah tidak seimbang lagi dengan populasi hama-hama tersebut di atas. Kondisi tersebut dipicu terutama oleh penggunaan pestisida kimia murni yang tidak terkendali, sehingga pencemaran atmosfer akan menekan kehidupan musuh-musuh alami hama.
        Beberapa cara pengendalian organisme pengganggu yang dikenal antara lain: (1) Cara teknik budidaya dititikberatkan pengurangan populasi musuh alami (menghilangkan tanaman/bagian yang terserang, pergiliran tanaman, pengaturan populasi tanaman, karantina tanaman/tumbuhan, tanaman campuran); (2) Cara fisik (menghilangkan binatang hama dari tanaman, pencabutan gulma, penggunaan zat penarik, penggunaan penangkap hama, perlakuan panas untuk penyebab penyakit); (3) Cara hayati (pemanfaatan predator dan parasit, penggunaan tanaman resisten, pemanfaatan binatang pengusir hama); (4) Cara kimiawi dengan pestisida kimia murni di satu sisi positifnya adalah efek lebih cepat tampak dan praktis dalam penanganan. Tetapi aplikasi yang tidak tepat (takaran, cara, intensitas dan saat) justru dampak negatifnya akan dirasakan jangka panjang dalam bentuk pencemaran (atmosfer, tanah dan air), residu pada produk tanaman, keracunan pada manusia dan hewan, resistensi pada hama dan penyebab penyakit. Cara pengendalian inilah yang sangat mengancam kelestarian sumber daya alam keseimbangan hayat di alam. Penggunaan cara kimia tersebut sebaiknya dilakukan apabila cara lain yang lebih ramah lingkungan kurang berhasil. Penggunaan dan pengembangan pestisida hayat dianggap dapat menutup kelemahan pestisida kimia murni.
Budidaya tanaman ganda
1.  Multiple Cropping
Penanaman lebih dari jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam satu tahun, yang termasuk dalam sistem tanaman ganda yaitu Inter Cropping, Mixed Cropping dan Relay Cropping.
a. Inter Cropping
Penanaman serentak dua atau lebih jenis tanaman dalam barisan berselang-seling pada sebidang tanah yang sama. Sebagai contoh tumpang sari antara Sorghum dan tanaman kacang tunggak dan antara tanaman ubi kayu dan jagung atau kacang tanah.
b. Mixed Cropping
Penanaman dua atau lebih jenis tanaman secara serentak dan bercampur pada sebidang lahan yang sama. Sistem tanam campuran lebih banyak diterapkan dalam usaha pengendalian hama dan penyabab penyakit.
c. Relay Cropping
Penanaman sisipan adalah penanaman suatu jenis tanaman kedalam pertanaman yang ada sebelum tanaman yang ada tersebut dipanen, atau dengan istilah lain suatu bentuk tumpang sari dimana tidak semua jenis tanaman ditanam pada waktu yang sama.
Sebagai contoh : padi gogo dan jagung ditanam bersamaan kemudian ubi kayu ditanam sebagai tanaman sela satu belan atau lebih sesudahnya.
2.  Sequantial Cropping
Penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang lahan dalam satu tahun, dimana tanaman kedua ditanam setelah tanaman pertama dipanen. Demikian juga kalau ada tanaman ketiga, tanaman ditanam setelah tanaman kedua dipanen.



DAFTAR PUSTAKA

Asparno Mardjuki, 1990, Pertanian dan Masalahnya, Andi Offset, Yogyakarta
Gardner, F.P., R. Brent Pearce dan Roger Mitchell, 1991, Fisiologi Tanaman Budidaya, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Harjadi, Sri Setyati, 1982, Pengantar Agronomi, PT. Gramedia, Jakarta
Hasan Basri Jumin, 1991, Dasar-dasar Agronomi, CV. Rajawali, Jakarta
Hendarto Kuswanto, 2003, Teknologi Pemprosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Yusnita, 2003, Kultur Jaringan, Agromedia, Pustaka, Jakarta
Kamil, J, 1982, Teknologi Benih I, Universitas Andalas, Padang
Mahida, U.N., 1984, Pencemaran air dan Pemanfaatan Limbah Industri, Kata Pengantar Otto Soemarwoto, Penerbit CV. Radjawali, Jakarta
Moenandir, J., 1994, Agronomi, Fakultas Pertanian, UNIBRAW, Malang
Nuryadi, 1978, Kumpulan Makalah Lokakarya, Pola Tanam Tumpanggilir, Cipayung
Orchard, P.W. and D.C. Goodwin, 1979, Environmental Factors, Plant and Crop Growth, University of New England (AAUCS)
Rachman Sutanto, 2002, Penerapan Pertanian Organik, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Reijntjes, Coen., Bertus Haverkort dan Ann Waters Bayer, Pertanian Masa Depan, Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Rinsema, W.T., 1983, Pupuk dan Cara Pemupukan, Terj. H.M. Saleh, Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta
Rochiman, Koesriningroem dan Sri Setyati Harjadi, 1973, Pembiakan Vegetatif, Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Sadjad, S., 1976, Agronomi Umum, Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Salisbury, F.B. and C.W. Ross, 1992, Plant Physiology. Wadsworth Publishing Company, Belmont, California.