Apakah didalam pelajaran anak-anak sekolah dasar masih menyebutkan
bahwa Indonesia merupakan negeri agraris? Saya rasa penulis akan malu,
karena sulit memberi contoh dan bukti-buktinya. Bagaimana
jika disebut sebagai negara importir? Pengelola negeri ini juga
seharusnya malu, karena seolah tidak mampu mempertahankan atau
memperbaiki kondisi pertanian Indonesia semakin terpuruk.
Mulai dari komoditas pangan, beras dan kedelai. Bahkan daging sapi
saja kita import tak ada hentinya. Kondisi terkini adalah hilangnya
bawang merah dan bawang putih di pasaran ditengarai karena terhambatnya
rantai import. Seolah negara kita ini kaya raya, semua orang mampu
membeli apapun yang diimport. Padahal sebagian besar diantaranya bisa
diproduksi di negeri sendiri. Kenapa seolah pasrah, atau justru
kesengajaan? Lalu siapa yang diuntungkan dengan kondisi ini?
Kecukupan kebutuhan bawang putih di Indonesia dari produksi dalam
negeri hanya berkisar 10%. Lahan yang begitu luas dan memiliki
kesesuaian lahan untuk komoditi ini tidak dioptimalisasi dengan baik dan
tidak mendapat dukungan pemerintah. Sejatinya bukan hanya komoditas
bawang merah. Kondisi pengembangan komoditi lain juga tidak mendapakan
perhatian yang serius. Lalu sampai kapan pemerintah membiarkan petani
melakukannya sendiri? Walau dengan prasarana dan sarana yang serba
terbatas, petani tetap saja melakukan aktivitasnya. Penguatan kapasitas
petani hanya melalui proyek-proyek pelatihan jangka pendek. Pembiayaan
yang diperlukan petani entah diserap oleh siapa dan kemana? Seolah
pemerintah tidak memiliki perencanaan jangka panjang untuk sektor
pertanian.
Jika kondisi pasokan komoditi tidak mencukupi, pemerintah dengan
mudahnya melakukan impor untuk menutupi kekurangan pasokan. Para ahli
sebenarnya sudah punya prediksi akan terjadinya kekurangan pasokan
terhadap komoditas ini dalam bulan-bulan tertentu. Tetapi informasi ini
nampaknya hanya tertumpuk di meja setelah rapat dan seminar diberbagai
tempat. Informasi ini tidak pernah dibahas bersama dengan petani sebagai
pelaksana langsung dilapangan. Perjalanan dinas turun ke desa hanya
sebatas seremoni yang tidak memiliki langkah strategis.
Apa yang terjadi seandainya petani tahu kalau harga bawang bisa
mencapai harga diatas Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu? Tentu mereka akan
bersemangat untuk menanam walau tantangan cukup berat. Budaya, iklim,
musim dan lain-lain. Walau sesungguhnya petani adalah pejuang yang
hebat. Namun hal ini sudah terjadi. Kreativitas pemerintah hanya sebatas
mengamankan kebutuhan bawang dengan cara impor. Nanti saat panen raya
bawang terjadi apa yang terjadi? Jika pemerintah peduli dengan
pembangunan di sektor pertanian barangkali sudah menyiapkan strategi
guna melindungi petani agar memperoleh harga yang layak dari jerih
payahnya.
Mulai serius dan bersyukur atas nikmat kekayaan alam Indonesia dengan
cara melakukan pembangunan di sektor pertanian dan mengembalikan
kemandirian bangsa melalui sektor pertanian. Ingat bahwa nikmat kekayaan
ini adalah titipan yang harus dijaga dengan amanah dalam
pengelolaannya. Mari berkomitmen membangun pertanian Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar